Langsung ke konten utama

Erina Gudono "Menampar" Para Food Vlogger dan Influencer

Konten para food vlogger, food influencer dan youtuber kuliner mulai membosankan. Padahal semakin banyak kreator di bidang kuliner mestinya menawarkan kebaruan dalam ragam kontennya.


"Semuanya enak". Singkat, padat, jelas (dok.pribadi).

Memang beberapa kreator masih mengasyikkan untuk disimak. Misalnya street foods village di youtube yang konsisten menayangkan petualangan mencicipi makanan-makanan jalanan, terutama di Jakarta dan sekitarnya. Konten street foods village tidak neko-neko. Melulu tentang aktivitas membeli makanan seperti biasa. Dari kanal streetfood vilage bisa diketahui bahwa ternyata banyak makanan murah dan enak di kota-kota besar seperti Jakarta.


Kreator lain yang kontennya masih lumayan menarik ialah Separuh Aku Lemak. Penyuka bakso bisa betah menyaksikan konten-konten buatan Separuh Aku Lemak. Sebab kreator ini gemari menyajikan aktivitasnya saat jajan bakso. Walau kadang cara menyantapnya berlebihan karena suka menuangkan banyak sambal, tapi konten-kontennya cukup memancing selera makan.


Kreator lokal pun punya konten yang tak kalah menarik. Ambil contoh di Yogyakarta, banyak influencer makanan yang eksis di media sosial, terutama instagram. Konten-konten mereka lumayan memperkaya perbendaharaan destinasi kuliner bagi warga Yogyakarta sendiri maupun wisatawan.


Akan tetapi semakin hari berbagai konten kuliner dari banyak food vlogger, youtuber maupun influencer cenderung menjemukan. Konten mereka pun mulai sering digugat oleh netizen. Akurasi dan kebenaran informasinya banyak disorot. Otentisitasnya kerap dipertanyakan. 


Pada berbagai konten kuliner yang diunggah di instagram maupun youtube, semakin mudah dijumpai komentar yang menyanggah soal informasi harga, porsi, hingga rasa. Beberapa kreator dianggap tidak jujur dalam memberikan review. Melebih-lebihkan satu hal dan menutup-nutupi hal lainnya. Seolah hal semacam itu sudah menjadi SOP bagi setiap food vlogger, food influencer atau youtuber kuliner.


Pendek kata, kita merindukan kreator konten kuliner yang otentik, jujur apa adanya, dan spontan tanpa dibuat-buat. 


Untungnya ada Mba Erina Gudono, mantan finalis Puteri Indonesia yang kini nampak mulai bertransformasi menjadi konten kreator kuliner. Namanya semakin sering diperbincangkan di media sosial. Terutama karena aktivitasnya menikmati aneka hidangan yang diunggah ke story instagram. 


Kini setiap foto makanan dengan sedikit keterangan yang diunggahnya selalu jadi trending topic. Orang ramai membahasnya. Bahkan, media-media turut memberitakan.  Dengan sendirinya Mba Erina telah diakui dan memenuhi syarat sebagai kreator kuliner atau food influencer terkenal. 


Meski eksistensinya mereview makanan masih terbatas di instagram, tapi tinggal menunggu waktu dan kemauan untuknya membuat video yang agak panjang layaknya food vlogger kebanyakan. Saat itu terjadi, hampir bisa dipastikan eksistensi Nex Carlos, Mgdalenaf, Separuh Aku Lemak dan banyak kreator lainnya akan segera tergusur. Sebab konten kuliner Mba Erina memiliki kualitas dan keunggulan yang tidak dimiliki oleh kebanyakan kreator saat ini.


Mba Erina, siap menggusur kemapanan Nex Carlos dan Mgdalenaf (dok.pribadi).

Dilihat dari unggahan-unggahannya di instragam, Mba Erina memiliki bakat sebagai food vlogger yang jujur. Saat menikmati sepotong roti mahal, Mba Erina dengan yakin menilai bahwa harganya memang tidak murah. 


Kejujuran seperti itu semakin jarang dijumpai pada para kreator kuliner sekarang. Banyak di antara mereka bermain dengan kata-kata saat mereview harga. Ada yang menggunakan istilah “worth it”, “terjangkau”, “sepadan” dan sebagainya.


Kenyataannya istilah-istilah tersebut tidak memuat kepastian dan kejelasan. Bahkan, banyak kreator menggunakan istilah “worth it” untuk menutup-nutupi jika harga makanan yang direview ternyata mahal.


Demikian halnya saat mereview rasa makanan. Mba Erina jujur apa adanya. Saat menikmati Omakase, mulai dari hidangan pembuka, utama, hingga penutupnya, Mba Erina mengatakan semuanya enak. Dengan caption yang singkat dan jelas, Mba Erina tidak melebih-lebihkan atau mengurangi kebenaran tentang rasa hidangan tersebut.


Kejujuran seperti itulah yang diharapkan dari seorang food vlogger. Kalau memang enak, katakan enak. Kalau tidak enak, sebutkan apa yang tidak enak. 


Kejujuran saat mereview makanan merupakan mutu utama seorang food vlogger. Itulah  diperlihatkan oleh Mba Erina. Sementara banyak food vlogger suka bertele-tele menerangkan rasa makanan. Bahkan, ada yang terkesan lebay saat mengungkapkan rasanya. Baru makanan menyentuh bibir sedikit, langsung mengklaim “endul”, “enak banget”, dan sebagainya.


Mba Erina juga memiliki keunggulan dalam aspek otentisitas. Saat mencicipi roti mahal dan Omakase luxury ia tidak sedang mengekor konten kreator tertentu. Kontennya tidak meniru food vlogger lain dan susah ditiru pula oleh kreator konten kebanyakan. Hingga detik ini belum ada kreator kuliner Indonesia yang ikut mereview roti di Grand Central Market, Los Angeles. Tidak ada pula yang mereview Omakase langsung dari balik bangsal rumah sakit. Hanya Mba Erina yang bisa melakukannya.


Dengan kata lain, konten kuliner Mba Erina selalu berbeda dengan yang lain. Sedangkan para kreator konten kuliner sekarang sering berbondong-bondong atau bergantian mendatangi satu tempat yang sama. Dengan demikian akan dihasilkan konten sejenis yang meski ditayangkan di saluran berbeda, tapi isinya akan sama dan membosankan. 


Spontanitas juga menjadi kualitas tersendiri yang dimiliki Mba Erina. Jika para kreator kuliner kebanyakan mengutak-atik susunan makanan, tempat, dan sudut pengambilan gambar demi menghasilkan foto atau video yang estetis, mba Erina tidak melakukannya. 


Foto-foto kuliner yang diunggah olehnya ke instagram story selama ini jauh dari estetis. Tidak menampilkan komposisi yang eye catching. Namun, justru menandakan sisi spontanitas yang tidak dibuat-buat.


Mba Erina juga tidak mempermasalahkan sedang berada di rumah sakit. Ia tetap mengunggah aktivitasnya mencicipi hidangan. Dengan kata lain, mba Erina tidak pilih-pilih tempat. Tidak membeda-bedakan lokasi. 


Itu berbeda dengan banyak kreator konten kuliner yang suka memilih meja atau sudut yang dianggap paling estetis. Tidak jarang saat mengunjungi restoran atau tempat makan beberapa kreator bergerombol di satu titik sehingga menimbulkan kegaduhan yang mengganggu pengunjung lain. Mba Erina tidak demikian. 


Oleh karenanya, mengherankan saat banyak orang mencibir aktivitas kuliner Mba Erina. Padahal yang dilakukannya merupakan kewajaran seperti orang pada umumnya mengunggah foto atau story ke instagram. 


Banyak orang menganggap Mba Erina sedang pamer. Ini merupakan tuduhan yang menggelikan. Sebab semua orang yang memiliki akun media sosial, saat mengunggah sesuatu pasti bertujuan untuk menunjukkannya pada orang lain. Mengapa hanya Mba Erina yang dipersoalkan dan dituduh pamer?


Mungkinkah orang-orang yang menghina unggahan kuliner Mba Erina sesungguhnya adalah para fans Nex Carlos atau Mgdalenaf yang tidak suka idolanya tersaingi oleh Mba Erina?


Mestinya kita merasa lega dengan konten-konten kuliner yang diunggah Mba Erina selama ini lewat story instagramnya. Sebab konten-kontennya lebih jujur dan tidak dibuat-buat dengan banyak polesan dibanding konten-konten kuliner para youtuber atau influencer kebanyakan. 


Konten kuliner Mba Erina sulit ditiru food vlogger dan influencer lain (dok.pribadi).

Semoga Mba Erina Gudono tidak patah semangat hanya karena cibiran netizen. Tidak merasa rendah diri dan akan terus mengunggah aktivitas kulinernya di instagram. Bahkan, Mba Erina perlu memulai membuat video-video pendek seputar makanan yang dicicipi olehnya. Konten-konten kuliner Mba Erina nantinya bisa mengoreksi para kreator konten kuliner yang sering memanipulasi informasi. 


Mba Erina mengajarkan hal paling mendasar dalam mereview makanan, yakni spontanitas dan kejujuran yang apa adanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MILO CUBE, Cukup Dibeli Sekali Kemudian Lupakan

Alkisah, gara-gara “salah pergaulan" saya dibuat penasaran dengan Milo Cube. Akhirnya saya ikutan-ikutan membeli Milo bentuk kekinian tersebut.   Milo Cube (dok. pri). Oleh karena agak sulit menemukannya di swalayan dan supermarket, saya memesannya melalui sebuah marketplace online . Di berbagai toko online Milo Cube dijual dengan harga bervariasi untuk varian isi 50 cube dan 100 cube. Varian yang berisi 100 cube yang saya beli rentang harganya Rp65.000-85.000.   Pada hari ketiga setelah memesan, Milo Cube akhirnya tiba di tangan saya. Saat membuka bungkusnya saya langsung berjumpa dengan 100 kotak mungil dengan bungkus kertas hijau bertuliskan “MILO” dan “ENERGY CUBE”. Ukurannya benar-benar kecil. Satu cube beratnya hanya 2,75 gram, sehingga totalnya 275 gram.   Milo Cube yang sedang digandrungi saat ini (dok. pri). "Milo Kotak", begitu kira-kira terjemahan bebas Milo Cube (dok. pri). Tiba saatnya unboxing . Milo Cube ini berupa bubu

Sewa iPhone untuk Gaya, Jaminannya KTP dan Ijazah

Beberapa waktu lalu saya dibuat heran dengan halaman explore instagram saya yang tiba-tiba menampilkan secara berulang iklan penawaran sewa iPhone. Padahal saya bukan pengguna iPhone. Bukan seorang maniak ponsel, tidak mengikuti akun seputar gadget, dan bukan pembaca rutin konten teknologi. iPhone (engadget.com). Kemungkinan ada beberapa teman saya di instagram yang memiliki ketertarikan pada iPhone sehingga algoritma media sosial ini membawa saya ke konten serupa. Mungkin juga karena akhir-akhir ini saya mencari informasi tentang baterai macbook. Saya memang hendak mengganti baterai macbook yang sudah menurun performanya. Histori itulah yang kemungkinan besar membawa konten-konten tentang perangkat Apple seperti iphone dan sewa iPhone ke halaman explore instagram saya. Sebuah ketidaksengajaan yang akhirnya mengundang rasa penasaran. Mulai dari Rp20.000 Di instagram saya menemukan beberapa akun toko penjual dan tempat servis smartphone yang melayani sewa iPhone. Foto beberapa pelanggan

Berjuta Rasanya, tak seperti judulnya

“..bagaimana caranya kau akan melanjutkan hidupmu, jika ternyata kau adalah pilihan kedua atau berikutnya bagi orang pilihan pertamamu..” 14 Mei lalu saya mengunjungi toko buku langganan di daerah Gejayan, Yogyakarta. Setiba di sana hal yang pertama saya cari adalah majalah musik Rolling Stone terbaru. Namun setelah hampir lima belas menit mencarinya di bagian majalah saya tak kunjung mendapatinya. Akhirnya saya memutuskan untuk berjalan-jalan menyusuri puluhan meja dan rak lainnya. Jelang malam saya membuka tas dan mengeluarkan sebuah buku dari sana. Bersampul depan putih dengan hiasan pohon berdaun “jantung”. Sampul belakang berwarna ungu dengan beberapa tulisan testimoni dari sejumlah orang. Kembali ke sampul depan, di atas pohon tertulis sebuah frase yang menjadi judul buku itu. Ditulis dengan warna ungu berbunyi Berjuta Rasanya . Di atasnya lagi huruf dengan warna yang sama merangkai kata TERE LIYE . Berjuta Rasanya, karya terbaru dari penulis Tere Liye menjadi buk