Langsung ke konten utama

Roman yang Merawat Ingatan, Sastra yang Membangkitkan Pengorbanan untuk Bangsa

Sudah 79 tahun Indonesia merdeka. Kembali upacara peringatan HUT RI digelar. Syukuran dan renungan pada 16 Agustus malam masih diadakan. Aneka lomba meriah di mana-mana sepanjang bulan. Pekik “merdeka!” diteriakkan bersahut-sahutan di sepanjang jalan saat karnaval.


Roman-roman perjuangan, merawat ingatan sejarah (dok.pribadi).


Namun, semua perayaan tahunan itu seringkali konteksnya selesai ketika upacara ditutup, lomba diakhiri, dan syukuran disudahi. Setelah itu seolah “kewajiban” kita selesai. Seakan merawat warisan para pejuang dan pendiri bangsa telah tuntas ditunaikan.


Sementara kenyataan lain dalam kehidupan menunjukkan terus pudarnya ingatan bangsa ini pada pengorbanan pejuang dan bagaimana kemerdekaan itu direbut serta dipertahankan. Banyak generasi muda yang tak mengenali siapa Soekarno, Hatta, Jenderal Sudirman dan sebagainya. Tidak sedikit pula yang merasa tidak perlu untuk mengetahui dengan cara apa dan bagaimana merah putih akhirnya bisa dikibarkan.


Ingatan kita  terlalu pendek untuk jalan panjang perjuangan dan pengorbanan yang ditempuhi oleh para pendiri negeri. Sementara keteladanan tentang menyuburkan hasil kemerdekaan dan membangun masyarakat sulit didapatkan dari para pemimpin dan pembesar negeri ini. 


Beruntung kita masih punya sumber-sumber lain. Pelita-pelita pengetahuan yang bisa menyalakan ingatan sejarah. Bersyukur dalam sumber-sumber itu bisa didapati pengingat keteladanan yang selalu dan akan terus relevan sampai kapanpun. Sebutlah pelita itu sastra atau roman.


Banyak judul yang telah diwariskan untuk kita. Barangkali kurangnya ialah sejauh mana kita telah atau berminat membukanya.


Beberapa karya berikut bisa diambil sebagai contoh atau permulaan untuk mengawali usaha merawat ingatan serta mencuplik inspirasi tentang jalan pengorbanan dan pengabdian untuk bangsa.


KUANTAR KE GERBANG

Karya Ramadhan KH ini bukanlah karya fiksi. Judul dan kemasannya saja yang berupa novel. Sementara kisah yang memenuhinya merupakan jalinan perjalanan hidup seorang wanita bernama Inggit Garnasih selama mendampingi sang suami yang dikenalnya sejak pria itu masih terlalu muda hingga akhirnya berubah penjadi singa podium, tokoh protagonis dalam sejarah memerdekakan bangsa Indonesia.


Sebagai istri, Inggit memainkan peran yang terlalu penting untuk disisihkan dari sepak terjang Soekarno sehingga  tidak bisa disingkirkan pula andil Inggit dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia.



Kuantar ke Gerbang (dok.pribadi).

Kuantar ke Gerbang merekam rangkaian pengorbanan dan pengabdian terus menerus Inggit dalam mendampingi Soekarno. Mulai dari membiayai hidup, menjadi kawan diskusi, hingga pembangkit semangat ketika Soekarno terpuruk. Inggit yang setia berjalan kaki jauh untuk mengirim makanan dan bacaan ketika lelaki itu dipenjara. Inggit yang mengerahkan tenaganya untuk berjualan bedak, sabun dan menerima jasa menjahit pakaian demi mencukupi biaya agar bisa terus menyertai perjuangan Soekarno. Inggit pula yang menemani Soekarno dalam pembuangan-pembuangan yang penuh keprihatinan.


Inggit yang pada akhirnya menerima dengan pedih, tapi lapang dada ketika Soekarno diam-diam mencintai wanita lain. Inggit yang memilih untuk melepaskan Soekarno saat lelaki itu ingin memperistri pendamping baru yang bisa memberinya keturunan.


Inggit yang tak pernah menyesali semua cinta, waktu, tenaga, dan pengorbanannya selama mendampingi Soekarno. Inggit yang tak ikut masuk istana, meski ia turut menunjukkan jalan menuju ke sana. Inggit yang merasa lega karena telah mengantarkan Soekarno ke gerbang masa depannya sebagai pemimpin negeri.


BURUNG-BURUNG MANYAR

Bingkai roman karya Y.B. Mangunwijaya ini ialah kasih tak sampai. Namun, bukan melulu bercerita tentang jalinan romantis sepasang manusia. Kenyataannya, Burung-Burung Manyar justru berupa naik turun kehidupan Setadewa (Teto), seorang Indonesia yang pada masa revolusi kemerdekaan memilih jalan sebagai tentara KNIL yang anti republik. Serta kisah Larasati (Atik) yang keturunan keraton dan pengagum Soekarno yang berjuang di kubu republik sebagai tenaga di dapur umum dan kemudian menjadi sekretaris perdana menteri.


Teto dan Atik seolah ditakdirkan selalu berada di dua kutub takdir yang berbeda. Walau hati keduanya tertaut dan saling mengingini. 


Terpisah lama karena berbeda medan tempur, Teto dan Atik menempuh jalan takdir masing-masing setelah revolusi kemerdekaan berakhir dengan kemenangan Republik. Teto berada di pihak yang dikalahkan dan tersisih kemudian menjalani kehidupan baru sebagai pakar ilmu komputer. Bekas KNIL itu bekerja pada perusahaan minyak kelas internasional yang berbisnis dengan pemerintah Indonesia. Sementara Atik cemerlang citranya sebagai doktor Biologi yang ahli perilaku burung. Atik juga mengabdikan hidupnya sebagai istri seorang ahli Geologi.


Burung-Burung Manyar (dok.pribadi).

Jiwa patriotik dan perlawanan Teto sebagai bekas tentara rupanya belum pudar. Bedanya jika dulu ia memerangi republik, kini ia ingin membalas jasa dan membela tanah air ibunya yang akhirnya diakui sebagai tanah airnya juga.


Dengan kepakarannya ia menemukan praktik kecurangan yang dilakukan perusahaannya sehingga membuat Indonesia mengalami kerugian besar. Teto mencari cara untuk membongkar aksi penipuan itu meski dengan taruhan dipecat oleh perusahaan. 


Pertemuannya kembali dengan Atik setelah puluhan tahun berpisah membuka jalan untuk mengungkap penipuan tersebut. Melalui koneksi yang dimiliki oleh suami Atik, praktik penipuan berhasil dibongkar. Teto pun dipecat oleh perusahaannya karena dianggap sebagai pengkhianat. Meski karena kepakarannya yang dibutuhkan Teto diam-diam ditawari kembali ke perusahaan minyak tersebut, ia tak mengambil kesempatan menggiurkan tersebut. Teto tak ingin mengabdi para perusahaan yang menipu tanah airnya.


Teto kembali menjadi manusia biasa. Seorang lelaki yang merawat dan membesarkan tiga orang anak. Anak dari Atik dan sang suami karena keduanya meninggal dalam kecelakaan pesawat.


JALAN TAK ADA UJUNG

Seorang guru bernama Isa ingin hidup sewajarnya meski serba kekurangan. Ia ingin melalui kehidupan bersama istrinya tanpa neko-neko walau masa penjajahan tak memberi banyak pilihan kedamaian.


Perkenalannya dengan seorang kelompok pejuang radikal dan propagandis, lambat laun membuatnya merasa sebagai orang yang tak dibekali cukup keberanian untuk ikut berjuang. Sementara sang kenalan yang telah dianggapnya sebagai sahabat terus memancarkan pesona sebagai pria pemberani. Istri Isa termasuk salah seorang yang terpikat pesonanya. Di belakang Isa, keduanya berselingkuh.


Tempaan waktu dan keadaan pelan-pelan membuat Isa yang tak menyukai jalan kekerasan mulai terlibat dalam arena perjuangan. Keberaniannya dipaksa untuk timbul meski Isa juga  hidup dengan ketakutan.


Gerakan bawah tanah yang diikutinya merencanakan serangan granat di sebuah tempat yang sering dikunjungi oleh pihak penjajah. Meski telah berada di medan penyerangan, ketakutan-ketakutan masih bermunculan di benak Isa. Keberanian dan tekadnya diadu dengan keraguan sampai akhirnya granat benar-benar meledak.


Setelah penyerangan, Isa  lolos dari kejaran. Dihinggapi rasa takut dan cemas, Isa berusaha berlaku normal seolah ia guru biasa. Namun, keterlibatannya berhasil terendus. Kawan yang dianggapnya paling berani, ternyata berkhianat.


Jalan Tak Ada Ujung (dok.pribadi)

Isa dijebloskan ke dalam penjara, ditekan dan disiksa untuk membocorkan rencana dan persembunyian rekan-rekan pejuang lainnya. Namun, justru pada saat paling menyakitkan dalam siksaan penjara itulah Isa berhasil mengatasi ketakutannnya secara paripurna. 


Isa tidak akan takluk. Ia menemukan dirinya yang tabah dan berani. Ia tak menyesal telah menempuh jalan perjuangan. Jalan yang sekali ditempuh maka selanjutnya tidak akan berujung.


LARASATI

Larasati, seorang wanita yang dianugerahi kecantikan ragawi menyadari ketenarannya sebagai bintang film bisa digunakan untuk mendukung perjuangan revolusi mempertahankan kemerdekaan. Ia pun memutuskan meninggalkan Yogyakarta menuju Jakarta, ibukota yang saat itu diduduki oleh Belanda yang ingin menguasai lagi Indonesia.


Tekad Larasati tumbuh sebagai buah pertanyaan yang muncul dalam benaknya: “Apa sebenarnya yang sudah aku berikan pada kemerdekaan ini? Mereka sedang melahirkan sejarah. Apa aku lahirkan? Anak pun tidak”.


Ya, Larasati ingin seperti kaum pejuang muda yang disaksikannya sedang menciptakan sejarah dengan mempertaruhkan nyawa demi republik. Tekad dan keberanian itu pun semakin tumbuh sepanjang jalan dalam kereta menuju Jakarta. Di dalam kereta ia berjumpa dengan seorang pria yang meski telah kehilangan sebelah kakinya, tapi tetap menempuh jalan perjuangan. Larasati menyaksikan barisan pemuda di sepanjang jalan yang dengan senapan dan bambu runcing terus menjaga wilayahnya agar tak diduduki lagi oleh penjajah. Dilihatnya pula seorang anak kecil yang dengan berani memanjat tiang besi untuk menyambung kawat jalur komunikasi.


Larasti tahu pilihan hidup yang ditempuhnya penuh rintangan dan ancaman. Sebagai bintang film, ia ingin berkarya sekaligus mendukung perjuangan. Tapi di Jakarta ia harus bertemu dengan para pengkhianat, termasuk teman dan kenalannya, yang memilih mengabdi kepada penjajah demi mendapatkan uang dan keselamatan. Larasati pun digoda untuk mengkhianati perjuangan republik. Ia dijanjikan bermain film yang berisi propaganda buruk kaum republik dan sebaliknya citra baik kaum penjajah. 


Diakui benar oleh Larasati bahwa ia bukan manusia suci. Sebab sebagai bintang film wanita ia telah melakukan dosa-dosa. Namun Larasati ingin ikut menciptakan sejarah seperti para pejuang yang mengangkat senjata.


Larasati ingin menyumbang sesuatu untuk tanah airnya. Tanah air yang walau dirasakannya masih memiliki banyak keburukan, tapi harus tetap dibela karena telah memberinya kehidupan.


Entah kebetulan atau tidak, keempat roman perjuangan tersebut memiliki serangkaian benang merah yang serupa. Bukan sekadar kisah percintaan, tapi juga realitas perjuangan, pengorbanan, serta keberanian yang mengatasi ketakutan. Tidak hanya romantika heroik, tapi juga tentang pengkhianatan, kemunafikan, dan penebusan dosa.


Larasati (dok.pribadi).

Seolah karya-karya di atas  mengatakan bahwa setiap manusia Indonesia sesungguhnya ditakdirkan melalui perannya masing-masing untuk berjuang dan mengabdi membela negerinya. Ibu rumah tangga, guru, ilmuwan, seniman, dan sebagainya peran-peran manusia sebagai warga negara punya andil yang perlu disalurkan untuk kebaikan bangsa dan negara.


Bahwa tak mengapa setiap orang pernah berbuat dosa dan kesalahan besar, tapi selalu tersedia jalan untuk kembali dan membalas budi pada tanah airnya. Tidak masalah manusia harus hidup dengan ketakutan-ketakutan. Sebab dengan itu pula keberanian untuk berkorban bisa tumbuh menguat dalam diri setiap manusia. 


Bahwa perjuangan mengabdi, membela bangsa serta negara sesungguhnya tidak ada akhirnya. Terus menerus harus ditempuhi bagai jalan yang tak ada ujung.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MILO CUBE, Cukup Dibeli Sekali Kemudian Lupakan

Alkisah, gara-gara “salah pergaulan" saya dibuat penasaran dengan Milo Cube. Akhirnya saya ikutan-ikutan membeli Milo bentuk kekinian tersebut.   Milo Cube (dok. pri). Oleh karena agak sulit menemukannya di swalayan dan supermarket, saya memesannya melalui sebuah marketplace online . Di berbagai toko online Milo Cube dijual dengan harga bervariasi untuk varian isi 50 cube dan 100 cube. Varian yang berisi 100 cube yang saya beli rentang harganya Rp65.000-85.000.   Pada hari ketiga setelah memesan, Milo Cube akhirnya tiba di tangan saya. Saat membuka bungkusnya saya langsung berjumpa dengan 100 kotak mungil dengan bungkus kertas hijau bertuliskan “MILO” dan “ENERGY CUBE”. Ukurannya benar-benar kecil. Satu cube beratnya hanya 2,75 gram, sehingga totalnya 275 gram.   Milo Cube yang sedang digandrungi saat ini (dok. pri). "Milo Kotak", begitu kira-kira terjemahan bebas Milo Cube (dok. pri). Tiba saatnya unboxing . Milo Cube ini berupa bubu

Sewa iPhone untuk Gaya, Jaminannya KTP dan Ijazah

Beberapa waktu lalu saya dibuat heran dengan halaman explore instagram saya yang tiba-tiba menampilkan secara berulang iklan penawaran sewa iPhone. Padahal saya bukan pengguna iPhone. Bukan seorang maniak ponsel, tidak mengikuti akun seputar gadget, dan bukan pembaca rutin konten teknologi. iPhone (engadget.com). Kemungkinan ada beberapa teman saya di instagram yang memiliki ketertarikan pada iPhone sehingga algoritma media sosial ini membawa saya ke konten serupa. Mungkin juga karena akhir-akhir ini saya mencari informasi tentang baterai macbook. Saya memang hendak mengganti baterai macbook yang sudah menurun performanya. Histori itulah yang kemungkinan besar membawa konten-konten tentang perangkat Apple seperti iphone dan sewa iPhone ke halaman explore instagram saya. Sebuah ketidaksengajaan yang akhirnya mengundang rasa penasaran. Mulai dari Rp20.000 Di instagram saya menemukan beberapa akun toko penjual dan tempat servis smartphone yang melayani sewa iPhone. Foto beberapa pelanggan

Berjuta Rasanya, tak seperti judulnya

“..bagaimana caranya kau akan melanjutkan hidupmu, jika ternyata kau adalah pilihan kedua atau berikutnya bagi orang pilihan pertamamu..” 14 Mei lalu saya mengunjungi toko buku langganan di daerah Gejayan, Yogyakarta. Setiba di sana hal yang pertama saya cari adalah majalah musik Rolling Stone terbaru. Namun setelah hampir lima belas menit mencarinya di bagian majalah saya tak kunjung mendapatinya. Akhirnya saya memutuskan untuk berjalan-jalan menyusuri puluhan meja dan rak lainnya. Jelang malam saya membuka tas dan mengeluarkan sebuah buku dari sana. Bersampul depan putih dengan hiasan pohon berdaun “jantung”. Sampul belakang berwarna ungu dengan beberapa tulisan testimoni dari sejumlah orang. Kembali ke sampul depan, di atas pohon tertulis sebuah frase yang menjadi judul buku itu. Ditulis dengan warna ungu berbunyi Berjuta Rasanya . Di atasnya lagi huruf dengan warna yang sama merangkai kata TERE LIYE . Berjuta Rasanya, karya terbaru dari penulis Tere Liye menjadi buk