Rara Istiati Wulandari mungkin akan bangun tidur lebih siang hari ini. Sebab semalam besar kemungkinan ia kurang nyenyak akibat dibanjiri pesan dan telpon yang masuk ke handphonenya. Isinya ucapan selamat dan haturan terima kasih bercampur pujian. Kemungkinan ia pun segera mendapat banyak undangan untuk hadir di banyak acara TV dan podcast Dedy Corbuzier.
Rara, mengutak-atik cuaca untuk menaklukan Mandalika (foto @motoGP). |
Wajar Rara mendapatkannya. Sebab ia baru saja ambil bagian dalam event kelas dunia yang mempertaruhkan banyak hal tentang Indonesia.
Kemarin nama dan wajahnya disiarkan ke seluruh penjuru dunia. Balapan MotoGP Mandalika menjadi panggung baginya.
Rara memang tidak naik ke podium dan mengangkat piala karena memang bukan haknya. Namun, diakui atau tidak, Rara juga telah menaklukan Mandalika.
Siapa sangka kamera akan menyorot dari dekat aksinya saat melintas di depan garasi tim-tim MotoGP. Sambil memukul-mukul cawan berwarna emas ia melontarkan seruan saat hujan sedang turun dengan derasnya. Saat banyak orang, termasuk Presiden Jokowi sedang harap-harap cemas tentang keberlanjutan balapan.
Ia mungkin tidak mengira ritualnya duduk di tengah lintasan sambil merapal mantera dan membakar dupa akan ditangkap kamera TV dari dekat. Saat itu sebagian pihak sudah merasa pesimis bahwa balapan bisa digelar.
Sosok Rara sebenarnya sudah terungkap sejak sesi latihan bebas dan kualifikasi motoGP Mandalika. Ia diberitakan sebagai pawang hujan yang dihadirkan untuk “mengutak atik cuaca” demi kelancaran balapan motor kelas dunia itu.
Belakangan diketahui bahwa wanita 38 tahun ini ternyata sudah “bertugas” sejak World Superbike (WSBK) tahun lalu di Mandalika. Hanya saja saat itu Rara tidak hadir langsung di sirkuit sehingga tidak tertangkap kamera. Menurut kabar pengaspalan ulang sirkuit Mandalika yang berjalan lancar juga melibatkan kerja Rara.
Walau demikian tak banyak yang benar-benar memperhatikan Rara. Hanya beberapa foto dirinya muncul dalam unggahan segelintir media tanah air.
Sampai akhirnya Minggu, 20 Maret 2022 ceritanya menjadi berbeda. Hujan deras ternyata mengguyur sirkuit Mandalika dalam waktu yang lama hingga memaksa balapan MotoGP tertunda hampir 2 jam. Sementara balapan Moto 2 dan Moto 3 telah digelar dalam kondisi trek kering.
Di sinilah pertaruhan Rara. Di sini pula akhirnya masyarakat Indonesia serta warga dunia yang menonton siaran langsung MotoGP Mandalika tahu eksistensi seorang “pengatur cuaca”.
Seorang wanita berparas tegas, berambut panjang terikat, berjaket tenun dan mengenakan helm pelindung berjalan di bawah hujan yang disertai petir. Menyusuri aspal dan melewati ribuan orang yang sebagian memandang heran ke arahnya.
Sejumlah kru tim balap tampak heran sekaligus antusias mengabadikan aksinya. Mereka seolah tidak percaya melihat ritual berbeda yang belum pernah muncul di sirkuit manapun di dunia. Seorang Fabio Quartararo pun terhibur. Saat berada di dalam paddock pembalap Yamaha ini menirukan cara Rara mengusir hujan dengan memainkan gelas dan sendoknya. Sayangnya Fabio tak cukup lincah memainkan alat-alat di tangannya itu.
Aksi Rara disiarkan ke seluruh dunia (dok.pribadi). |
Rara pasti paham konsekuensi yang dihadapinya. Jika hujan terus mengguyur dan balapan dibatalkan, ia akan menjadi sasaran hujatan para netizen Indonesia yang dikenal bar-bar. Ribuan penonton di sirkuit akan meneriakinya. Mungkin pula para penonton akan berniat menagih refund tiket ke Rara jika balapan akhirinya dibatalkan.
Apa jadinya jika balapan MotoGP Indonesia yang telah 25 tahun dinantikan ternyata gagal terlaksana karena hujan yang tak bisa dikendalikan? Mungkin media-media asing dan penonton di penjuru dunia akan menganggap Indonesia dan Mandalika baru saja menyuguhkan “atraksi" yang sia-sia. Cukup menghibur, tapi tak berguna.
Mungkin pula banyak orang yang sejak awal mencibir MotoGP Mandalika akan merasa mendapatkan angin besar untuk semakin menjelek-jelekan hajatan bangsa ini. Walau sebenarnya ada atau tidak ada hujan, mereka tetap tidak akan senang MotoGP Mandalika berjalan sukses. Lihat saja polah seorang mantan Menteri Olahraga yang mencibir balapan Mandalika sebagai sesuatu yang ambyar.
Bukankah memprihatinkan sekaligus memalukan seorang mantan menteri olahraga ternyata tak menghendaki nama bangsanya terangkat lewat olahraga?
Sama halnya dengan banyak di antara kita yang mencaci aksi Rara menaklukan Mandalika dengan caranya. Keyakinan kita memang tak sejalan dengan kerja-kerja yang dilakukan Rara. Tapi keyakinan bukan alat pembenaran untuk menghina seseorang.
Apa yang dilakukan Rara bukanlah sesuatu yang memalukan. Kita tak benar-benar tahu apa yang sebenarnya dilakukan olehnya. Di dunia ini lebih banyak hal yang belum kita pahami dibanding yang sudah bisa kita mengerti. Jangan hanya karena kita tidak tahu tentang sesuatu hal, lalu kita menganggapnya sebagai keburukan.
Mungkin Rara juga berdoa seperti kita berdoa memohon kepada Tuhan agar balapan Mandalika terlaksana sampai tuntas. Sedangkan kita tak pernah tahu doa mana dan doa siapa yang akhirnya dikabulkan Tuhan. Rara pun mengakui adanya izin dan kekuasaan Tuhan yang menyertai pekerjaannya. Itu diungkapkan olehnya lewat salah satu unggahan di instagram pribadinya @rara_cahayatarotindigo. Ia menyebut pekerjaannya merupakan anugerah Allah buat kebaikan.
Lagipula orang-orang yang menghina pawang hujan sebaiknya perlu memeriksa ulang bagaimana rumahnya dibangun. Jangan-jangan tempat tinggalnya didirikan dengan ritual “menanam sesuatu” saat mulai membuat pondasinya. Mereka yang mencerca pawang hujan apakah tidak tahu jika peresmian gedung tempatnya mencari nafkah diresmikan dengan ritual pecah kendi?
Apakah kita juga akan menghina petani dan pekerjaan bertani lalu berhenti memakan nasi jika mengetahui ternyata sebelum menanam sampai memanen banyak petani melakukan ritual-ritual tradisi?
Suka atau tidak suka, Rara dan pawang hujan telah menjadi bagian dari MotoGP Mandalika yang mendunia dan membanggakan Indonesia.
Jangan-jangan mereka yang di media sosial menghina Rara dan mencerca MotoGP Mandalika sedang boarding pulang di Bandara Lombok sekarang.
Komentar
Posting Komentar