“Gue jemurin satu jatuh, jemur satu
jatuh. Talinya nggak gue pasang!”. Kalimat tersebut terlontar dari seorang
gadis berusia 19 tahun di atas panggung Stand
Up Comedy Academy (SUCA)
Indosiar musim 2. Sepintas tak ada yang istimewa dari lontaran kalimatnya. Tapi
jika menonton aksinya malam itu, juga reaksi yang muncul dari para juri serta
penonton, bahkan diikuti dengan trending topic di media sosial selama
belasan jam, tak disangkal ia memang fenomenal.
Arafah Rianti seketika menjadi gadis manis
kesayangan penonton TV Indonesia, khususnya penggemar stand up comedy. Keikutsertaannya dalam kompetisi SUCA 2 mengingatkan
kita pada Musdalifah yang menggebrak panggung SUCA 1. Akan tetapi meski
“kemasannya” hampir serupa, yakni imut, lucu dan berkerudung, Arafah mencuri
perhatian dengan karakternya sendiri.
Stand Up Comedy Academy (SUCA) musim ke-2 (sumber @standupacademy). |
***
Arafah hanyalah satu dari sederet keseruan
kompetisi SUCA 2 yang mulai ditayangkan Indosiar pada 25 Juli 2016 dan berakhir
pada grand final, 9 September 2016. SUCA 2 memanggungkan 42 komika, jumlah yang
cukup banyak untuk sebuah program kompetisi di TV. Tiga di antara komika
tersebut adalah wanita yang usianya relatif muda, yaitu Arafah, Aci Resti, dan
Qoqom.
Meneruskan kesuksesan SUCA 1 yang
melambungkan pamor stand up comedy di
Indonesia, SUCA 2 mengusung format yang sama dengan edisi sebelumnya. Para
komika dibagi ke dalam grup mentor yang juga tak berubah, yaitu Daned Gustama,
Mosidik, Isman, Gilang Bhaskara, dan Arief Didu yang pada musim 1 berperan
sebagai supervisor. Posisi host reguler pun masih menjadi milik Andhika
Pratama, Gading Marten, dan Uus. Selain mereka, ada Rina Nose dan Gilang Dirga
yang hadir di beberapa episode.
Babak eliminasi dilakukan secara simultan
pada setiap grup sehingga SUCA 2 tayang hampir setiap hari dalam seminggu.
Tayang secara maraton terbukti berhasil menguatkan kesan penonton serta
masyarakat terhadap SUCA. Apalagi SUCA 2 menempati slot prime time
Indosiar yang jangkauan siarnya sangat luas.
Eliminasi untuk menentukan komika yang
gantung mic dilakukan oleh lima orang
juri. Selain Abdel, Raditya Dika, Ernest, dan Pandji yang paling sering mengisi
line up juri, nama Luna Maya, Melanie
Ricardo, Babe Cabita, Ge Pamungkas, dan Jarwo Kuat juga beberapa kali hadir.
Bahkan, di awal kompetisi ada Maya Septa dan Hanah Al Rasyid ikut melengkapi
formasi juri.
Lebih Atraktif
Menampilkan 42 komika membuat persaingan SUCA
2 lebih seru dan kontestasi berlangsung atraktif. Apalagi, di antara komika tersebut ada
beberapa nama yang sudah cukup dikenal di komunitas maupun panggung profesional
seperti Wawan, Coky Pardede, Saktiwawan, Ari Rante, dan Arif Alfiansyah.
Kemudian ada jebolan kompetisi stand up
comedy lain seperti Gian, Tomy Baba, dan Afif Xavi. SUCA 2 juga berhasil mengangkat
komika yang jarang terdengar sebelumnya seperti Ical, Syamsuri, Aci, Anyun,
Arafah, Boy Laode, dan Raim Laode.
Mentor dan Komika peserta SUCA 2 (diolah dari @standupacademy). |
Panggung SUCA 2 bertambah atraktif karena ada
beberapa komika yang menggunakan properti seperti alat musik dan trick sulap
untuk membangun personanya. Ada juga komika bernama Fachry yang berprosfesi
sebagai polisi sehingga atribut kedinasannya sering melekat saat ia tampil.
Selain itu, juri lebih banyak memberikan tantangan teknik stand up kepada para
komika selama berkompetisi.
Banyaknya kejutan yang terjadi sejak
eliminasi pertama membuat SUCA 2 semakin menarik. Beberapa komika tak diduga
mampu tampil lebih baik dibanding komika lain yang lebih berpengalaman. Sebut
saja Boy Laode dan Raim Laode. Dua kakak beradik asal Wakatobi ini langsung
mendapat pujian dari juri sejak minggu pertama. Bahkan, belum lama kompetisi
berlangsung, Raim dijagokan oleh Raditya Dika dan Ernest sebagai calon kuat
juara.
Begitu pula dengan komika cadel bernama Anyun
yang mengangkat “kelemahan” dirinya dalam berbicara sebagai modal untuk
menciptakan tawa. Sayangnya, ia kurang berhasil mengembangkan tema-tema baru
sehingga penampilannya cenderung stagnan dan membosankan. Bahkan saat
mendapatkan kesempatan kedua setelah gantung mic, ia tetap belum mampu memenuhi tuntutan dan tekanan kompetisi.
Tekanan kompetisi pula yang akhirnya membuat
sejumlah komika harus gantung mic
lebih awal. Seperti yang dialami oleh Ical saat “blank” membawakan materi
sehingga hanya tampil selama 2 menit. Hal itu membuatnya langsung terlempar
dari kompetisi meski sebelumnya digadang-gadang mampu melaju ke final.
Inkonsistensi dalam membawakan materi secara
kuat dan kurang percaya diri menjadi persoalan berikutnya. Beberapa komika yang
menggebrak di babak awal lalu menurun di penampilan berikutnya. Boy La Ode adalah salah satu yang mengalami hal itu. Setelah melejit di dua
penampilan pertama, kepercayaan dirinya justru merosot di saat kompetisi
semakin ketat. Ia pun tak mampu bersaing lebih jauh lagi.
Memiliki jam terbang dan berpengalaman di
komunitas ternyata juga tak menjamin komika mampu bertahan lama di panggung
SUCA 2. Coki Pardede, Ari Rante, Gian, dan Anto Bangor harus menerima kenyataan
kalah dari para junior mereka. Padahal, mereka diprediksi akan melangkah jauh
karena tampil menonjol di babak-babak awal.
Raim Laode, meski gagal menjadi juara namun ia diyakini sebagai calon komika besar di Indonesia (sumber: vidio.com). |
Namun, terlemparnya Afif dan Raim dari
persaingan menuju juara mungkin menjadi moment gantung mic yang paling mengejutkan sepanjang kompetisi SUCA 2. Kegagalan mereka
pun menjadi perbincangan di media sosial terutama twitter. Afif adalah komika yangmatang
dan memiliki karakter kuat. Materi stand up nya sering sukses mengundang
tawa. Namun, ia tersingkir saat grand final tinggal menghitung hari. Keputusan
juri yang mengeliminasi dirinya pun sempat disesalkan oleh beberapa
pendukungnya di media sosial.
Juri sepertinya mempertimbangkan faktor
ketidakhadiran Afif secara langsung di atas panggung. Saat itu Afif memang
hanya tampil melalui video yang direkam sebelumnya karena sedang sakit.
Bagaimanapun tampil langsung di depan penonton memberikan tekanan yang berbeda
dan lebih fair terhadap peserta lainnya. Selain itu, materi yang dibawakan Afif
dianggap kurang sesuai dengan tema tantangan yang diberikan oleh juri meski
penampilannya lumayan lucu.
Lain Afif, lain pula dengan Raim. Sepanjang
kompetisi berlangsung boleh dikatakan namanya ada di daftar terdepan calon kuat
juara. Pilihannya mengangkat kehidupan lokal masyarakat Wakatobi berhasil
menghadirkan kelucuan. Raim juga mahir menggali tema-tema baru yang segar.
Selain itu, ia memiliki gaya stand up yang kuat dan original. Cara
penyampaiannya pun menarik. Raditya Dika dan Mosidik sempat tak percaya ada komika
asal daerah yang memiliki kemampuan stand up sebaik Raim.
Akan tetapi, secara mengejutkan Raim harus
gantung mic di saat grand final sudah
di depan mata. Ia tersisih di babak 4 besar atau eliminasi terakhir menjelang
grand final. Penampilannya saat itu memang sedikit menurun. Ia terlihat kurang
yakin menyampaikan materi stand up
nya. Sialnya, di saat yang sama tiga pesaingnya justru mampu mempertahankan
performa. Raim pun harus berbesar hati memupus mimpinya menjadi juara SUCA 2.
Ciptakan Sejarah
Gugurnya sejumlah komika berpengalaman dan
beberapa unggulan membuat tiga nama yang lain berhasil menapaki babak puncak
SUCA 2. Mereka adalah Wawan, Arafah, dan Aci Resti. Grand final pun menjadi
pertarungan kuda hitam karena dari ketiga nama tersebut hanya Arafah yang telah
mencuri perhatian sejak awal kompetisi.
Arafah yang fenomenal (sumber: @standupacademy). |
Arafah melejit berkat kecerdasannya
melontarkan materi-materi absurd yang tak terduga. Kepandaiannya memilih
analogi berhasil meledakkan tawa banyak orang. Contohnya saat ia melontarkan
joke mesin cuci main hp, pacar baru dan henpon baru serta permen kaki yang
disepatuin. Arafah juga membuat panggung SUCA 2 bergetar saat menyampaikan
materi tentang jemuran yang jatuh karena talinya tidak dipasang dan pinggang
yang berbunyi krutuk-krutuk karena dipatuk ayam. Jangan lupakan pula
celetukannya sebagai penjaga rental PS di rumah.
Meski penampilannya sempat naik turun, namun sense
of comedy yang tinggi mampu membawa Arafah terus melangkah. Di babak grand
final ia pun tampil baik. Arafah mengangkat keresahannya yang dilatarbelakangi
perasaan iri kepada Raditya Dika dan Aci Resti. Berkat penampilannya itu gelar
juara 2 berhasil disandangnya. Sebagai komika yang baru enam bulan menekuni stand up comedy, pencapaian Arafah cukup
fenomenal.
Juara 3 menjadi milik Wawan, satu-satunya
“komika senior” yang mampu menapaki babak akhir. Kelebihannya menyusun materi
secara rapi dengan tema beragam membuatnya melangkah jauh. Meski tak terlalu
sering menghadirkan kejutan yang luar biasa, namun penampilannya juga tak pernah
turun secara drastis. Boleh dikatakan ia tampil konsisten dan aman sepanjang
kompetisi.
Sementara itu, lolosnya Aci hingga grand
final sebenarnya agak di luar dugaan karena di babak-babak awal penampilannya
kurang meyakinkan. Saat itu sinarnya masih tak seterang Arafah ataupun Raim. Namun,
secara perlahan ia melesat di saat para komika lain mulai kebahisan energi.
Bahkan, penampilan Aci semakin agresif memasuki babak 13 besar. Sejak saat itulah namanya mulai diperhitungkan sebagai kandidat juara. Ia pun sering mendapat standing ovation dari juri dan
mentor.
Aci Resti menjadi yang terbaik di panggung SUCA 2 (sumber: @standupacademy). |
Kemajuan
Aci memang paling menonjol dibanding semua komika peserta SUCA 2. Gaya bicaranya yang
lugas dan spontan menjadi salah satu kelebihannya. Keresahannya banyak digali
dari kehidupan sehari-hari dan pengalaman di dalam keluarga. Salah satu materi
paling lucu yang ia bawakan adalah saat menceritakan pengalamannya diajak
kondangan oleh sang ayah. Ia menggunakan pakaian dengan banyak saku agar bisa
membawa pulang banyak makanan. Ia juga disuapi banyak makanan meskipun tidak
sedang ingin makan. Puncak penampilannya ditutup secara sempurna di grand
final. Aci membawakan materi seputar pengalamannya diberi hadiah motor oleh
Raditya Dika. Ia pun menyelipkan kisah ayahnya yang tidur di atas ubin baru.
Hampir semua bagian ceritanya berhasil mengundang tawa dan tepuk riuh.
Aci Resti akhirnya berhasil menjadi yang terbaik.
Predikat juara 1 SUCA 2 menjadi milik gadis berkaca mata yang gemar menggunakan
topi ini. Bahkan, namanya tercatat sebagai komika wanita pertama yang menjuarai
kompetisi stand up comedy skala
nasional di Indonesia. Sejarah tercipta di panggung SUCA 2.
Melebihi Kompetisi
Sejak musim pertama SUCA mengusung gaya dan
konsep yang berbeda dengan kompetisi stand up comedy lainnya. Jika
selama ini kompetisi stand up comedy atau open mic identik dengan
one man show, maka SUCA lebih dari itu.
Selain memanggungkan para komika yang
berkompetisi, SUCA juga menghidupkan interaksi di antara semua yang terlibat di
atas panggung. Line up SUCA tidak
hanya komika peserta, tetapi juga juri, mentor, host dan penonton yang
bersama-sama membangun “grrrrrr….”. Oleh karena itu, SUCA sebenarnya
lebih dari sekadar kompetisi. Tetapi telah menjadi sebuah pertunjukkan.
SUCA tidak semata-mata dibuat berbeda dengan
kompetisi serupa atau panggung sejenisnya yang telah ada sebelumnya. Jika dicermati,
pada musim keduanya SUCA ingin menegaskan kembali bahwa humor atau komedi
sebenarnya bagian dari budaya yang telah lama memasyarakat di Indonesia. Oleh
karena itu, SUCA mengusung gaya kompetisi sekaligus pertunjukkan yang bersifat
inklusif.
Inklusifnya panggung SUCA tak hanya dilihat dari latar belakang peserta yang beragam. SUCA juga menepis dikotomi di antara para pelaku stand up comedy. Itulah mengapa Pandji
yang sebelumnya menjadi juri tetap di acara serupa bisa nyaman
tampil di SUCA 1 dan 2. Begitu pun dengan juara-juara ajang stand up comedy di tempat lain yang
menjadi pengisi dan bintang tamu di SUCA.
Kompetisi SUCA 2 jadi panggung "silaturahmi" (sumber : twitter Andika Pratama). |
Pada saat yang sama, kritik yang menyebutkan
SUCA 2 banyak menampilkan gimmick di
luar materi stand up mulai dipahami. Humor di televisi mau tidak mau perlu memperhatikan
selera masyarakat. Gaya industri televisi suka tidak suka mempengaruhi gaya
kompetisi stand up comedy. Yang
penting panggung tersebut tidak memasung identitas dan kebebasan para
pengisinya.
Harus diakui bahwa SUCA, terutama di musim
keduanya, telah menjadi bagian dari budaya stand
up comedy modern di Indonesia. Dari hanya sebuah kompetisi, lalu menjadi
bisnis pertunjukkan, dan kini SUCA 2 bertransformasi menjadi wadah pertemuan,
pembelajaran serta apresiasi antar pelaku dunia stand up comedy. Penonton, penikmat, komika, dan kontestan akhirnya sama-sama
terhibur. Bukankah ini yang kita inginkan?.
Komentar
Posting Komentar