Ruangan di lantai satu Taman Budaya
Yogyakarta (TBY) pada Jumat (21/6/2013) sore itu berbeda dari hari-hari biasa.
Suasana di dalamnya terlihat manis dipenuhi lembaran kain serupa lukisan dengan
aneka rupa dan sapuan warna. Ukurannya pun beragam, mulai dari yang kecil
menempel di dinding, hingga yang besar digantung pada langit-langit ruang.
Gambar-gambar itu bukanlah lukisan biasa di
atas kanvas. Melainkan lukisan yang dibuat dengan cara membatik di atas kain dengan
perpaduan beberapa media lukis. Beberapa di antaranya juga diwarnai dengan cara
dicelup layaknya kain batik. Semua lukisan batik tersebut merupakan karya para
seniman lukis dan batik di Yogyakarta.
Salah satu lukisan yang menarik berjudul
“Generasi Bangsa” karya Beni Rismanto. Pada kain berukuran 200x100 cm,
tergambar wujud seorang anak manusia yang tersenyum dengan posisi tubuh merebah
miring. Latarnya berupa motif batik konvensional yang dibuat secara penuh.
Terlihat pula garis-garis tipis yang bersambungan membentuk peta kepulauan
Indonesia bertumpuk dengan lukisan sang bocah.
Lukisan Batik "Generasi Bangsa" karya Beni Rismanto. |
Lukisan Batik "Nyi Roro Kidul" karya Keman Mudjido. |
Selanjutnya lukisan berjudul “Nyi Roro Kidul”
yang dibuat oleh Keman Mudjido. Didominasi warna merah dan oranye, Nyi Roro
Kidul dihadirkan dalam sosok seorang wanita di dalam lautan yang dipenuhi ikan.
Bersamanya terlihat seekor ular besar.
Ada pula karya lukis “Kampung Taman Sari”
milik Eko Hadi pada selembar kain berukuran 90x150 cm. Goresannya terlihat
sederhana seperti sketsa hitam putih. Meskipun demikian, lukisan batik tersebut
terlihat detail menggambarkan wujud kampung Taman Sari Yogyakarta di masa
lampau.
Lukisan memikat lainnya adalah karya Mahyar
Suryawan yang berjudul “Kehidupan Nelayan”. Lukisan berukuran 150x45 cm ini menggambarkan
keseharian nelayan Indonesia saat melaut menggunakan perahu
hingga menjual hasil tangkapannya ke pasar. Obyeknya disusun dalam beberapa kotak berwarna gelap dan
terang. Terlihat juga bentuk pepohonan yang menggambarkan alam pantai
Indonesia.
Lukisan Batik "Kehidupan Nelayan" karya Mahyar Suryawan. |
Di antara banyak lukisan batik yang dipamerkan,
“Gunung Merapi” karya Bj. Arifin mungkin yang paling
menarik. Secara umum lukisan berdimensi 185x110 cm ini dibentuk oleh goresan-goresan berwarna hitam yang terlihat sederhana namun
memiliki energi cerita yang hidup. Tulisan berbunyi “amanah HBIX” dan “Bah
Marijan” tergores di dalamnya. Lukisan batik ini menggambarkan Mbah Maridjan
dalam sosok wayang yang sedang bersimpuh seolah-seolah menyembah gunung. Sikap
ini bisa dimaknai sebagai bentuk ketaatan dan tanggung jawab Mbah Maridjan atas
amanah yang diterimanya dari Sultan Hamengku Buwono IX untuk menjaga gunung
merapi. Sikap tersebut juga wujud
kerendahan hati seorang makhluk Tuhan yang menjaga alam tempatnya hidup.
Lukisan Batik "Gunung Merapi" karya Bj. Arifin. |
Tidak hanya lukisan batik, di Yogyakarta juga
ada bentuk kerajinan lain yang terpapar keindahan batik. Jika tak percaya
datanglah ke Dusun Krebet, Desa Sendangsari, Kecamatan Pajangan, Bantul. Daerah
tersebut dikenal sebagai sentra batik kayu.
Batik kayu di Dusun Krebet dibuat dengan cara
yang hampir sama dengan membuat batik tulis di atas kain menggunakan canting
dan malam. Bedanya, motif batik dilukis langsung di atas kayu yang telah
diampelas dan dibentuk terlebih dahulu. Pewarnaan batik kayu pun dilakukan
dengan pencelupan. Namun, pewarna yang digunakan adalah naftol karena kayu susah
menyerap pewarna alami.
Supriyanto dan salah satu produk batik kayunya. |
Supriyanto juga menuturkan, batik kayu di daerahnya berkembang dari kebiasaan masyarakatnya yang dahulu menekuni pembuatan batik tulis. Karena usaha batik tulis mengalami pasang surut, beberapa orang lalu mencoba berkreasi dengan membatik di atas wayang klitik. Tak disangka hasilnya cukup baik sehingga kemudian muncul bentuk batik kayu lainnya seperti topeng, patung, nampan, kotak perhiasan, gelang, hingga permainan catur dan ular tangga.
Berkat keunikannya, batik kayu asal Dusun
Krebet kini tidak hanya diminati oleh pasar lokal dan nasional. Supriyanto
bahkan sering mendapat pesanan batik kayu dari luar negeri seperti Amerika
Serikat, Belanda, dan Australia.
***
Lukisan Batik dan Batik Kayu yang lahir dari
pemilik tangan-tangan kreatif di Yogyakarta menunjukkan bahwa batik telah
sangat berkembang. Batik bukan lagi
sekadar kain yang digunakan sebagai sandangan badan atau bahan yang
diaplikasikan pada produk tas, topi, sarung bantal, sprei dan dompet. Batik
beserta proses penciptaannya yang sarat makna juga menjadi sumber inspirasi
untuk menciptakan karya seni yang
berbeda namun sama-sama istimewa.
Produk batik kayu berupa topeng dan mangkuk buatan pengrajin di Dusun Krebet. |
Batik Kayu dibuat dengan membatik secara langsung di atas kayu menggunakan canting dan malam. |
Tapi, apakah hadirnya berbagai produk dan
karya seni yang mengadopsi batik tidak mengancam eksistensi batik sebagai
warisan adiluhung?. Tentu saja tidak. Inovasi yang lahir dari batik semestinya
tidak dianggap sebagai penyimpangan yang diratapi. Sebaliknya, justru harus
disyukuri karena membuktikan bahwa batik sebagai hasil kebudayaan memiliki
kekuatan dan pengaruh untuk menginspirasi.
Selain itu, batik memang sudah saatnya
berkembang mengikuti zaman. Bukan berarti takluk pada zaman atau pasar, tetapi
batik harus didorong untuk menjadi bagian dari industri kreatif modern.
Lagipula perkembangan batik bukan sesuatu yang baru terjadi saat ini. Dahulu
eksistensi batik terbatas pada simbol-simbol keraton yang sakral. Seiring waktu
batik pun menjadi entitas yang dimiliki bersama.
Berbagai produk kreasi dan inovasi yang terpapar batik memberikan manfaat ganda bagi pelestarian dan pengembangan batik Indonesia. |
Oleh karena itu, lahirnya kreasi dan inovasi yang
terpapar batik adalah sebuah keniscayaan yang harus dirayakan karena
mendatangkan manfaat ganda bagi upaya pelestarian serta pengembangan batik.
Dengan semakin banyaknya orang yang meletakkan hati dan pikirannya pada batik,
eksistensi serta originalitas batik sebagi kain nusantara akan tetap terjaga.
Pada saat yang sama, bentuk kreasi seperti Lukisan Batik dan Batik Kayu menjadi
media yang kuat untuk terus memasyaratkan sekaligus melestarikan nilai-nilai
luhur yang ada dalam batik Indonesia. Bukankah itu yang kita inginkan?.
Teks dan foto: Hendra Wardhana
Teks dan foto: Hendra Wardhana
Keren tulisannya. Sukses mas
BalasHapusTerima kasih Pak Jumanto
HapusDi Yogyakarta ternyata masih sangat kental pelestarian batiknya.
BalasHapushttp://nusantaraholic.blogspot.co.id/2016/10/batikindonesia-inovasi-digitalisasi_4.html
Itulah salah satu alasan mengapa Yogyakarta menjadi kota batik dunia
HapusPernah belajar di pak mahyar, karya lukisan batik aliran kubisme nya sungguh keren2.
BalasHapushttp://kondompria.com