Kamis
(25/8/2016) sore itu sudut kompleks
Perumahan Mandala terlihat ramai. Di sebuah halaman yang tak terlalu luas
berpagar dinding bambu, puluhan anak dan orang dewasa berkumpul. Setelah saling
sapa, mereka berbaur membentuk kelompok-kelompok kecil dan larut dalam percakapan.
Saat ditanya
tentang cita-cita dan hobi, anak-anak itu awalnya tampak malu mengungkapkan.
Namun, suasana akrab segera mencairkan rasa segan. Beberapa anak dengan mantap
mengeluarkan suaranya saat diminta menyanyi. Saat kegiatan berganti ke sesi
permainan dan lomba, mereka juga saling adu yel-yel. Semuanya merasa gembira.
Senyum dan tawa bertebaran di wajah semua orang yang ada di Rumah Belajar
Kreatif Kaki Gunung Merapi (KAGEM) saat itu.
Keriaan anak-anak SD saat bermain bersama di Rumah Belajar Kreatif Kaki Gunung Merapi (KAGEM) yang berada di Kabupaten Sleman, DIY, pada Kamis (25/8/2016) (dok. Hendra Wardhana). |
***
KAGEM merupakan
komunitas sosial yang berlokasi Jalan Kaliurang km. 10, Jetis Baran, Kecamatan
Ngaglik, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Tepatnya berada
di Perumahan Mandala atau biasa disebut Mandala Perumahan Rakyat (MPR). Pendiri
sekaligus inisiatornya adalah seorang ibu rumah tangga bernama Susi Farid atau yang
akrab disapa Bu Ayik.
Bu Ayik mendirikan
KAGEM pada 2012 karena terpanggil melihat kebutuhan pendidikan anak-anak SD di
sekitar tempat tinggalnya. Anak-anak tersebut tidak putus sekolah. Akan tetapi,
mereka sulit menemukan pendamping belajar di rumah. Orang tua mereka banyak
yang berpendidikan rendah dan sibuk bekerja sebagai buruh, petani, hingga
tukang cuci. Padahal, proses belajar perlu terus berlanjut di luar jam sekolah
agar pengetahuan anak-anak berkembang. “Orang tua mereka kesulitan menemani
belajar, baik dari segi waktu maupun ilmu. Apalagi, kurikulum SD sekarang
semakin rumit”, kata Bu Ayik.
Susi Farid atau akrab disapa Bu Ayik, adalah penggagas, pendiri sekaligus pengelola Rumah Belajar KAGEM (dok. Hendra Wardhana). |
Selain itu,
anak-anak juga membutuhkan lingkungan yang nyaman untuk tumbuh dan mengekspresikan
kegembiraan masa kecilnya. Sementara tidak
banyak lagi ruang ramah anak di Yogyakarta yang bisa dimanfaatkan sebagai
tempat belajar sekaligus bermain bersama. Dibantu sejumlah relawan, Bu Ayik pun
berupaya mengatasi masalah tersebut dengan berinovasi mendirikan KAGEM sebagai
tempat berkumpul anak-anak.
Berawal
dari Taman Bacaan
Semula KAGEM
hanyalah kelompok belajar kecil yang lahir dari sebuah taman bacaan sederhana. Bu
Ayik menjadikan ruang tamu rumahnya sebagai taman bacaan karena setiap hari banyak
anak yang singgah dan bermain di rumahnya. Agar ada kegiatan positif, ia
berinisiatif menyediakan berbagai macam buku yang bisa dibaca dan dipinjam
secara gratis. Selain dari koleksi pribadi, buku-buku itu juga ia dapatkan dari
teman-temannya.
Tak disangka
taman bacaannya diminati. Jumlah anak yang datang untuk membaca terus bertambah.
Apalagi, saat itu SD tempat mereka bersekolah belum memiliki perpustakaan. Para orang tua pun tak segan mengantarkan
anak-anaknya untuk membaca.
Rumah Belajar KAGEM (dok. Hendra Wardhana). |
Bu Ayik lalu
menceritakan kejadian yang mendorongnya membangun rumah belajar KAGEM. Saat itu
ada salah satu orang tua yang memintanya untuk membimbing anaknya belajar. “Awalnya saya diminta membantu mengajari
satu anak anak laki-laki kelas 3 SD”, kenangnya.
Salah satu pondok di KAGEM yang menjadi ruang belajar anak-anak (dok. Hendra Wardhana). |
Keberadaan
kelompok belajar tersebut menjadi kabar baik yang disambut antusias oleh masyarakat
sekitar. Apa yang dilakukan Bu Ayik menjawab kebutuhan para orang tua yang
mengharapkan anak-anaknya mendapatkan pendampingan belajar lebih baik. Bu Ayik pun semakin bersemangat dan akhirnya
memutuskan mendirikan Rumah Belajar KAGEM.
Belajar
Harus Gembira
Rumah Belajar
KAGEM menempati lahan yang tak terlalu luas dan hanya berjarak sekitar 30 meter
dari rumah Bu Ayik. Pembangunan serta pengembangannya dilakukan secara swadaya
dari kantung pribadi Bu Ayik serta bantuan beberapa pihak. Saat ini Rumah
Belajar KAGEM memiliki 5 ruang sederhana
berupa pondok yang menjadi tempat belajar anak-anak. Satu di antaranya berfungsi sebagai Taman
Bacaan Lentera yang menampung sebagian buku bacaan dan buku pelajaran.
Buku-buku lainnya ditempatkan di rumah Bu Ayik. Papan tulis dan perlengkapan
lain untuk memfasilitasi kegiatan belajar dan bermain anak-anak juga tersedia.
Ada sekitar 50
anak SD yang terdaftar di Rumah Belajar KAGEM. Mereka adalah siswa kelas 1-6
dari sejumlah sekolah di sekitar KAGEM. Anak-anak itu berasal dari keluarga
yang rumahnya berjarak hingga 5 km dari KAGEM. Orang tua yang ingin anaknya mendapat
bimbingan belajar cukup mengantar langsung ke lokasi tanpa dipungut biaya sama
sekali.
Anak-anak baru tiba di KAGEM dan siap belajar bersama bersama kakak-kakak relawan "punggawa" (dok. Hendra Wardhana). |
Seorang anak sedang mendapatkan bimbingan belajar dari dua orang relawan "punggawa" KAGEM (dok. Hendra Wardhana). |
Kegiatan di
KAGEM diselenggarakan setiap Selasa dan Kamis mulai pukul 15.30. KAGEM tidak
membatasi durasi belajar anak-anak. Jika sedang bersemangat anak-anak biasanya
belajar hingga 1,5 jam. Namun kadang mereka hanya bertahan 30 menit dan sisanya
digunakan untuk bermain. Bagi KAGEM hal itu bukan masalah. Dengan memberi
keleluasan waktu belajar, anak-anak justru tidak tertekan dan merasa nyaman.
KAGEM memang dirancang
sebagai tempat belajar yang menggembirakan. Oleh karena itu, anak-anak bebas
belajar dengan cara mereka sendiri. Ada yang memilih sambil tiduran, berkumpul
membentuk kelompok, dan ada juga yang suka duduk menggelar tikar di bawah
pohon. “Bagi saya belajar tidak harus
kaku dan tidak boleh membosankan. Mereka bebas gembira yang penting sopan dan
mematuhi kakak-kakak relawan”, tegas Bu Ayik.
Anak-anak juga
tidak diharuskan datang secara rutin. KAGEM menyadari sebagian dari mereka
kadang harus membantu pekerjaan di rumah seperti menjaga adiknya di saat orang
tua mereka bekerja. Namun, pintu KAGEM selalu terbuka dan siap menyambut mereka
kapan saja.
Meski
dijalankan secara fleksibel dan gratis, KAGEM
berupaya memberikan pendampingan terbaik kepada anak-anak. Relawan
mengajar KAGEM yang disebut “punggawa” adalah para mahasiswa yang direkrut
secara sukarela dari beberapa perguruan tinggi di Yogyakarta seperti
Universitas Islam Indonesia (UII), Universitas Gadjah Mada (UGM), dan
Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). KAGEM juga memantau perkembangan belajar
anak-anak. Setiap selesai belajar para punggawa yang bertugas memberi bimbingan
belajar akan mencatat hal-hal penting seperti kemajuan pendidikan dan perilaku
anak-anak. Hasilnya akan dievaluasi bersama dan disampaikan kepada orang tua.
Tak hanya mendapatkan tempat belajar yang nyaman. Di KAGEM anak-anak juga menemukan ruang yang menggembirakan untuk bermain dengan sebayanya (dok. Hendra Wardhana). |
Keberadaan
KAGEM juga dirasakan manfaatnya oleh SD di sekitarnya. Beberapa guru
menganjurkan siswa-siswanya untuk belajar di KAGEM setelah pulang sekolah.
Bahkan, KAGEM sempat diminta untuk memberikan bimbingan belajar khusus kepada
siswa kelas 6 sebagai persiapan ujian.
Kerja
Keras Mencari “Punggawa”
KAGEM memang tidak
pernah kesulitan mengajak anak-anak untuk belajar dan bermain bersama karena
pada dasarnya KAGEM lahir dari kebutuhan masyarakat setempat. Bu Ayik justru sering
dipusingkan dengan jumlah punggawa yang dianggap masih kurang.
Bu Ayik saat menerima bantuan buku bacaan untuk KAGEM dari perwakilan Komunitas Batu Hijau Bootcamp (dok. Hendra Wardhana). |
Saat ini ada
puluhan punggawa yang terdaftar di KAGEM. Namun, hanya sekitar 20 orang yang
aktif dan rutin datang memberikan pendampingan. Para punggawa
tersebut berperan sebagai mentor belajar sekaligus teman bermain anak-anak.
Keakraban yang terjalin seiring waktu membuat para punggawa menjadi kakak bagi
anak-anak di KAGEM.
Jadwal kuliah
dan praktikum di kampus masing-masing membuat beberapa punggawa seringkali
tidak bisa hadir. Oleh karena itu, KAGEM membutuhkan punggawa lebih banyak agar
bisa bergantian mendampingi anak-anak. Rekrutmen yang sebelumnya hanya
mengandalkan informasi dari mulut ke mulut, sejak tahun lalu mulai dilakukan
melalui poster pengumuman yang ditempel di sejumlah kampus.
Tak ada seleksi
khusus yang dilakukan oleh KAGEM dalam merekrut punggawa. Calon punggawa hanya perlu
mengisi formulir atau datang langsung menemui Bu Ayik. Seleksi akan terjadi
secara alami. Punggawa yang memiliki passion
dan nyaman dengan pendidikan anak akan bertahan lebih lama. Sementara mereka
yang merasa kesulitan bisa mengundurkan diri kapan saja.
Manfaat untuk Semua
Bu Ayik bukan tidak memahami banyaknya tantangan
dalam membangun dan mengembangkan KAGEM. Sejak awal dirinya sadar bahwa
upayanya membutuhkan konsistensi sekaligus kesabaran yang besar. Selain masalah
biaya operasional dan keterbatasan punggawa, Bu Ayik juga mulai merasa
membutuhkan tempat yang lebih luas demi mewujudkan impiannya menjadikan KAGEM
sebagai rumah belajar yang benar-benar nyaman dan ramah untuk anak. “Sekarang sudah ada penambahan fasilitas
belajar. Tapi tempat bermainnya masih kurang”, katanya.
Di tengah keterbatasan ruang dan waktu yang dibutuhkan oleh anak-anak untuk belajar serta bermain, KAGEM selalu berusaha untuk terus menjadi lentera yang menerangi kehidupan serta harapan anak-anak. Selain itu, KAGEM diharapkan menjadi ruang diskusi dan bertukar ilmu yang bermanfaat, termasuk bagi para pungggawanya. Selama ini KAGEM kerap berbagi pengalaman dengan komunitas lain yang memiliki kepedulian sama terhadap pendidikan anak dan pemberdayaan masyarakat. Mahasiswa dari sejumlah kampus pun sering datang untuk menyadap ilmu dari KAGEM.
Di tengah keterbatasan ruang dan waktu yang dibutuhkan oleh anak-anak untuk belajar serta bermain, KAGEM selalu berusaha untuk terus menjadi lentera yang menerangi kehidupan serta harapan anak-anak. Selain itu, KAGEM diharapkan menjadi ruang diskusi dan bertukar ilmu yang bermanfaat, termasuk bagi para pungggawanya. Selama ini KAGEM kerap berbagi pengalaman dengan komunitas lain yang memiliki kepedulian sama terhadap pendidikan anak dan pemberdayaan masyarakat. Mahasiswa dari sejumlah kampus pun sering datang untuk menyadap ilmu dari KAGEM.
Dua orang anak di KAGEM belajar menulis sambil menunggu kakak relawannya datang (dok. Hendra Wardhana). |
Semua tantangan yang muncul tidak pernah membuat
KAGEM kehabisan energi atau kehilangan semangat untuk berbagi. Bahkan, dalam
tiga tahun terakhir KAGEM rutin mengadakan pasar murah paket sembako untuk
masyarakat sekitar. Ketika ditanya alasan melakukan semua itu, Bu Ayik menjawab
dengan tegas bahwa keterbatasan di KAGEM bukan alasan untuk tidak berbagi. “Kita harus melihat ke bawah. Banyak orang
yang membutuhkan dan KAGEM akan berusaha semampunya”, terangnya. Dengan
cara-cara demikian KAGEM bisa memberikan manfaat lebih besar bagi lingkungan.
Lengkap banget ulasannya mas...Kebetulan kemarin saya gak bisa wawancara langsung dengan Bu Ayik. Bisa jadi referensi untuk tulisan batuhijaubootcamp...he...he...
BalasHapusBu Ayik dan KAGEM benar-benar menggugah, Mas Aan
HapusNah, artikel ini melengkapi pengetahuan mengenai komunitas KAGEM..
BalasHapusKebetulan ga sempat wawancara krn sibuk live tweet :))
wkwkw.. pakar medsos sih jadi sibuk dengan HP
Hapus