Dunia tambang selalu membuka ruang perdebatan.
Rentetan pertanyaan silih berganti tak pernah usai meski jawaban telah
dihadirkan. Apalagi, jika masalah yang diangkat seputar dampak terhadap alam atau
lingkungan. Pembersihan lahan, pembukaan hutan, peledakan bukit, hilangnya
flora dan satwa khas, pencemaran tanah hingga guyuran limbah ke perairan,
semuanya meninggalkan luka di jantung alam.
Apa yang PT. Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) lakukan untuk menambang bijih
tembaga dari dalam bumi Sumbawa Barat di Batu Hijau mungkin sama dengan
kegiatan pertambangan serupa di tempat lain. PTNNT juga melakukan pembukaan
lahan hingga menghasilkan limbah/tailing dalam jumlah besar. Namun, ada
komitmen untuk bertindak etis pada lingkungan yang menjadi rambu-rambu dan
mengarahkan kegiatan pertambangan PTNNT.
Upaya mengurangi gangguan dan kerugian lingkungan
direncanakan sejak sebelum kegiatan pertambangan dilakukan. Hal itu diikuti
dengan upaya penanganan dan pengendalian dampak secara konsisten selama proses
produksi berlangsung. Kawasan hijau yang mengelilingi tambang Batu Hijau
menjadi bukti umumnya.
PTNNT melakukan reklamasi sesegera mungkin di
area yang sudah selesai ditambang. Penghijauan di area bekas tambang dilakukan
beriringan dengan penambangan di area berikutnya. Sejak 2000 sekitar 800 hektar
lahan berhasil direklamasi. Seluas 40 hektar di antaranya telah
diserahterimakan kembali kepada pemerintah. Tanah yang digunakan untuk
penutupan area reklamasi berasal dari top soil yang diselamatkan terlebih
dahulu saat pembukaan lahan. Dalam melakukan reklamasi komposisi tumbuhan berusaha
dipertahankan seperti keadaan semula. Oleh karena itu PTNNT mengembangkan
nursery sendiri sebagai sumber kebutuhan bibit.
Selain reklamasi di area pertambangan,
penghijauan dilakukan di beberapa lokasi, seperti sekolah, kantor pemerintah
desa, pesisir pantai, hingga tepi jalan yang tidak memiliki banyak pohon. Di
sekolah gerakan menanam memiliki tujuan khusus yaitu menumbuhkan kesadaran
cinta lingkungan sejak dini pada masyarakat. Tak ada artinya upaya reklamasi
dan penghijauan yang dilakukan oleh PTNNT jika masyarakat tidak bergerak dengan
kesadaran yang sama. Hingga kini tak kurang 650.000 bibit telah ditanam melalui
gerakan penghijauan PTNNT. Bibit tanaman tersebut terdiri dari jati, mahoni,
bungur, binong, nangka, nimba, mangrove, dan masih banyak lagi.
Pengambilan sampel air laut di Teluk Senunu untuk memantau dampak penempatan tailing di dasar laut. |
Hal lain yang dilakukan PTNNT adalah menangani
air asam tambang. Dengan nilai pH 2-3 air asam tambang beresiko mencemari
lingkungan. Oleh karena itu pengolahannya dilakukan dengan sistem tertutup
memanfaatkan kolam pengendali dan dam/santong. Dari lubang tambang, air asam
tambang yang berwarna hijau dipompa ke kolam sementara untuk diendapkan sisa
mineralnya. Air asam tambang kemudian dialirkan melalui pipa menuju santong 1,
2 dan 3. Di setiap santong air asam tambang diperiksa dan sebagian diolah untuk
digunakan kembali dalam proses pertambangan. Air asam tambang kemudian
dinetralkan hingga aman untuk dilepaskan ke lingkungan. Untuk mencegah
bercampurnya air terdampak dengan air bersih dari mata air di dalam hutan atau
sungai, saluran pengalih dibangun di sekitar Batu Hijau. Instalasi pipa juga
dibangun untuk mengalirkan air bersih secara aman.
Penanganan limbah pertambangan atau tailing
menjadi perhatian khusus. Meski secara umum proses pengolahan batuan tambang di
Batu Hijau tidak banyak menggunakan bahan kimia, namun jumlahnya yang besar
membutuhkan perlakuan yang baik dengan mempertimbangkan aspek kelestarian
lingkungan. Tailing PTNNT ditempatkan di dasar laut perairan Teluk Senunu
menggunakan pipa darat sepanjang 6,2 km dan pipa laut 3 km. Penempatan tailing
dilakukan dengan teknik Deep Sea Tailing Placement memanfaatkan gravitasi dan
tekanan di dalam laut. Pemantauan dampak tailing dilakukan secara rutin dan
berkala dengan melibatkan lembaga independen yang profesional. Secara lebih
detail tentang tailing PTNNT bisa dibaca di sini.
Ekosistem pantai dan laut juga diperhatikan.
Untuk meningkatkan populasi terumbu karang, sejak Maret 2004 PTNNT memasang
sekitar 1300 reef ball sebagai cikal bakal terumbu karang baru di
Benete, Lawar, Kenawa, dan Maluk. Hasilnya saat ini terumbu karang di daerah
tersebut mulai bertambah dan menghiasi perairan. Pemantauan biota intertidal juga dilakukan di
daerah pasang yang berada di Maluk, Sejorong, Tongoloka, dan Madasanger.
Di Maluk PTNNT membangun pusat konservasi penyu (Maluk
Turtle Center) yang bertujuan mengedukasi masyarakat untuk melindungi penyu
sekaligus meningkatkan populasi penyu yang terus berkurang. Penangkaran penyu tersebut dimulai 2002
dan sejak 2005 dilakukan bersama masyarakat. Hingga 2014 sekitar 40.000 tukik
atau anak penyu dilepaskan kembali ke habitatnya.
Manusia tak bisa membayar lunas jasa lingkungan
yang telah diberikan sepanjang hidup. Oleh karena itu, bersikap etis adalah
tanggung jawab utama yang perlu dilakukan agar lingkungan tetap lestari.
Jantung alam di Batu Hijau harus tetap berdetak sampai kapanpun.
Komentar
Posting Komentar