“Gila, Jkw lewat sama Kahitna!”.
Begitulah komentar seorang rekan saat mengetahui saya meninggalkan undangan
dari Sekretariat Negara untuk makan bersama Presiden Jokowi pada 12 Desember
2015. Pada hari itu Presiden mengundang 100 orang dari beragam latar belakang
ke Istana Negara. Sementara itu, di hari yang sama pula KAHITNA
menjadi bintang utama di Konser Sepenuh Cinta.
Beberapa yang lain juga berkomentar tentang pilihan saya menonton konser dibanding bertemu dengan Presiden, sebuah
kesempatan langka apalagi diundang khusus sambil makan bersama. Tentu saja saya
merasa bangga dan senang bukan kepalang. Saat pagi hari mendapat telepon dari Jakarta perihal
undangan tersebut saya pun terkejut dan berterima kasih. Namun di akhir perbincangan
saya memohon maaf dan izin agar digantikan.
Memilih duduk di depan panggung KAHITNA
adalah keputusan saya. Ini mungkin salah satu pilihan besar dalam hidup saya. Saya
senang melakukannya. Sama halnya jikapun saya akhirnya memilih datang ke Istana
Negara dan meninggalkan konser KAHITNA. Bagi saya keduanya adalah kebahagiaan.
Jadi tak mengapa mengikhlaskan salah satunya.
Akhirnya di sela-sela konser malam itu saya
gunakan waktu untuk melihat postingan rekan-rekan yang telah selesai bertemu
dan makan di Istana Negara. Mereka berbincang dan berfoto bersama dengan
Jokowi. Saya melihat keriaan dan kebanggaan di wajah 100 orang rekan-rekan itu.
Juga terharu dengan sikap Presiden yang bersentuhan dekat dengan para
tamunya. Informasi dari rekan lain yang menghadiri undangan tersebut,
Presiden menyampaikan sejumlah hal yang pada intinya mangajak masyarakat
Indonesia banyak menyebarkan hal-hal positif dan optimisme agar bangsa
ini terpelihara dalam kebaikan.
Akan tetapi di panggung KAHITNA saya juga menemukan
kebahagiaan. Sepanjang konser bernyanyi dan menikmati lagu. Apalagi saat
KAHITNA secara mengejutkan membawakan lagu lama Di Rantau. Lagu dari tahun 1998
saat saya belum menjadi fans KAHITNA dan bahkan masih berseragam merah putih. Tapi
lagu tersebut salah satu yang paling sering saya dengarkan sekarang.
Bagi saya menonton KAHITNA adalah salah satu
bentuk mensyukuri kebahagiaan. Meskipun lagi-lagi lagu favorit Tak Mampu Mendua
saya tak dibawakan. Memang saya tak terlalu sering menonton KAHITNA. Sejak 2008
saya rata-rata hanya sekali setahun datang ke konser mereka di beberapa kota
seperti Jakarta, Surabaya, Malang, Semarang dan Yogyakarta. Sepanjang itu pula
saya datang dan pulang dengan sebungkus kebahagiaan. Itu menyenangkan. Semoga suatu
saat Pak Jokowi mengganti undangan saya dengan undangan berikutnya. Seperti undangan nonton KAHITNA di Istana Negara.
Komentar
Posting Komentar