Tahun 2015 adalah dekade ke 4 Mira W menulis dan berkarya. Jadi siapa tak kenal namanya?. Mira W adalah nama besar di perpustakaan novel Indonesia. Bersama Marga T namanya dianggap sebagai pelopor gaya baru dunia tulis-menulis novel Indonesia.
Bagi saya Nama Mira W sudah sering terdengar sejak
SMA. Ibu guru pelajaran Bahasa Indonesia sering membahas novel-novel Mira W dan
menjadikannya contoh dalam berbagai topik pelajaran. Sementara melalui TV saya
tidak terlalu menyadari ada beberapa judul karyanya yang diangkat ke dalam
judul sinetron. Demikian halnya film-film yang diadaptasi dari novel-novel itu.
Akan tetapi saya baru benar-benar membaca dan
menyukai Mira W pada tahun 2011. Di sebuah toko buku secara tak sengaja saya
menemukan sebuah novel mungil bersampul gambar bunga yang cantik. Membaca
ringkasan di sampul belakang saya menjadi tertarik. Selesai membacanya seketika
saya jatuh cinta. Novel itu berjudul “Trauma Masa Lalu” yang saya beli pada 11
Januari 2011. Sejak saat itulah saya suka mencari karya-karya Mira W setiap
kali ke toko buku atau pameran buku.
“Trauma Masa Lalu” adalah salah satu karya
terbaik Mira W. Berkisah tentang perjalanan hidup dan cinta seorang wanita
bernama Marisa yang penuh nestapa. Ia yang dilahirkan dari keluarga tak
sempurna sempat jatuh cinta kepada pamannya sendiri yang usianya berjarak 18
tahun. Berbagai peristiwa tak hanya menempanya menjadi wanita kuat, tapi juga diselimuti
rasa dendam.
Ada juga novel berjudul “Di Bahumu Kubagi
Dukaku” yang mengambil latar kehidupan rumah tangga. Cinta, pengorbanan dan
penghianatan menjadi isian cerita yang penuh dinamika. Saya mendapatkannya pada
Juni 2011.
“Masih Ada Kereta Yang Akan Lewat” tak kalah
manis. Novel romantis bersampul merah muda ini menceritakan perjalananan hidup
seorang wanita bernama Arini. Kisahnya dimulai dari sebuah pilihan hidup yang
salah. Suami dan sahabatnya membuatnya menderita hingga akhirnya ia bangkit dan
menemukan cinta sejatinya. Nick, pria yang jauh lebih muda darinya menjadi
kereta yang membawanya kembali meraih hidup dan kebahagiaanya.
“Jangan Pergi, Lara” menjadi salah satu judul
kesukaan saya. Kisah haru tentang pengorbanan dan kesetiaan menjadi tema novel
ini. Seorang dokter bernama Adrian terjebak dalam perjalanan cinta yang rumit
di antara dua wanita bersaudara. Dengan detail cerita yang mengagumkan dan
penokohan yang kuat, novel ini pun diangkat ke dalam film berjudul “Cinta Dara
Kembar”. Saya mendapatkan novel ini bersamaan dengan “Di Bahumu Kubagi Dukaku”.
“Cinta Menyapa Dalam Badai” juga sangat manis
menceritakan perjalanan cinta seorang wanita bernama Anggun. Ia yang awalnya
manja dan suka mempermainkan pria akhirnya berjumpa dengan Rianto, seorang
dokter yang mengajarinya arti ketulusan dan pengorbanan. Namun di saat ia mulai
menemukan hidupnya bersama Rianto, musibah tak terduga datang. Rianto meninggal
dunia karena penyakit AIDS. Sekian lama terjebak dalam perasaan sedih dan
bersalah, cinta Anggun akhirnya kembali berlabuh pada seorang pria bernama
Reza. Saya membeli novel ini pada bulan Februari 2014.
Kesenangan saya terhadap Mira W bertambah
setelah membaca “Benteng Kasih”, sebuah kumpulan cerpen berisi 30 judul cerita
beraneka warna. “Benteng Kasih” memuat cerpen pertama Mira W yang terbit media
cetak pada bulan Maret 1975. Cerita yang diabadikan dalam judul ini begitu
beragam dan sangat menonjolkan identitas karya Mira W yang sangat kuat. Saya mendapatkan “Benteng Kasih” pada Januari
2012.
Saya juga sangat menyukai “Bukan Cinta
Sesaat”. Novel ini sangat kaya rasa. Kisah cinta Rio dan Nina, dua manusia yang
serba beda disajikan dengan penuh dinamka. Cinta mereka sudah terjalin sejak
kecil, namun terpisahkan oleh cinta monyet. Di saat remaja cinta mereka pun
dihadang persaingan bisnis dua keluarga. Di kala dewasa saat jalan terlihat
sudah terbuka untuk mereka tapi justru menghantam jurang yang begitu dalam dan
lebar. Cinta mereka satu dan bukan hanya sesaat, tapi keadaan mereka yang tak
lagi sama membuat cinta itu sulit digapai. Novel ini saya dapatkan pada April
2012.
Dari semua judul karya Mira W yang saya
miliki, “Sepolos Cinta Dini” adalah yang paling saya senangi. Saya sangat
beruntung mendapatkan novel pertama Mira W yang terbit pertama kali tahun 1975
ini. Tebal halaman masterpiece ini tergolong tipis, tapi cerita yang diuraikan
sangat membekas. Jauh sebelum ada FTV dan sinetron-sinetron yang mengangkat
kisah cinta majikan dan pembantu, Mira W melalui “Sepolos Cinta Dini sudah
mendahuluinya. Bedanya cerita ini tak murahan seperti sinetron yang alurnya
itu-itu saja. Berkisah tentang jalinan cinta gadis desa bernama Dini dengan
Boy, mahasiswa kedokteran yang awalnya sangat menyebalkan bagi Dini. Tetapi
perjalanan waktu diam-diam menyisipkan cinta di antara mereka. Berbagai
kejadian konyol, romantis dan menegangkan menyatukan cinta Dini yang polos
dengan Boy yang banyak tingkah. “Sepolos Cinta Dini” saya dapatkan pada Januari
2012.
Mira W adalah penulis yang karyanya paling
banyak saya koleksi di antara banyak buku bacaan saya. Alurnya yang tak biasa
serta penuh dinamika membuatnya tak membosankan dibaca. Penokohan yang kuat
dengan detail latar dan kejadian yang jelas seolah membawa ceritanya nyata di
depan mata. Meski tak sedikit cuplikan kejadian vulgar ditampilkan, namun
karya-karya Mira W penuh makna dan pelajaran hidup.
Ada hal menarik yang juga membentuk identitas
kuat karya-karya Mira W. Warna dasar yang mencolok dengan gambar bunga selalu menjadi sampul depan Mira W. Selain
itu Mira W juga gemar mengambil latar kejadian rumah sakit dengan segala
detailnya. Atau setidaknya Mira W banyak memunculkan tokoh dokter dalam
cerita-cerita hebat yang ditulisnya. Tentu saja karena ia seorang dokter.
Mira W juga pandai merangkai judul dengan
membentuk frase-frase yang terkesan biasa namun terasa sangat manis. Ia pun
suka menyelipkan ungkapan-ungkapan yang menggugah dalam dialog yang disusunnya.
Hasilnya kita akan menemukan ungkapan-ungkapan “Cinta Tak Pernah Berutang”, “Tembang
Yang Tertunda” dan lain sebagainya.
Ini bukan lagi soal selera, tapi
pilihan. Membaca cerita-cerita Mira W bagi saya tak jauh beda dengan menyimak-nyimak syair-syair KAHITNA. Kisah
yang dituturkan tak pernah njlimet, mengalir sederhana, apa adanya namun tampak
nyata. Saya Hendra W, suka dengan Mira W.
Komentar
Posting Komentar