Beberapa waktu lalu saya menyaksikan
pembuatan peyek kacang langsung dari pawon. “Pawon” adalah istilah Jawa untuk
dapur. Pawon juga berarti tungku memasak yang terbuat dari susunan batu bata
dan tanah liat.
Di atas tungku memanjang yang sudah berwarna hitam
akibat pembakaran terdapat sebuah wajan yang tak kalah legam. Di dalamnya
minyak panas tak henti menggoreng adonan peyek yang dibentuk memanjang. Sang
pembuatnya yang sudah berusia lanjut sesekali memasukkan bambu dan kayu bakar
ke dalam tungku untuk mempertahankan panas api.
Adonan peyek kacang ternyata cukup sederhana.
Tepung beras dicampur dengan garam, ketumbar dan bawang putih yang dihaluskan.
Campuran tersebut diaduk hingga rata lalu
ke dalamnya dimasukkan irisan kacang tanah. Kadang ditambahkan irisan daun
jeruk, daun kucai atau kunyit untuk menambah aroma dan rasa. Tapi kali ini
peyek kacang yang dibuat lebih “original” tidak menggunakan ketiga tambahan
tersebut.
Untuk tepung beras, beberapa pembuat peyek
kacang masih menggunakan tepung dari beras yang digiling sendiri. Sementara
yang lain memilih tepung beras kemasan yang lebih mudah didapat. Satu peyek
kacang dibuat dengan takaran sekitar setengah sendok sayur. Penggorengan
dilakukan maraton sampai adonan habis.
Saya perhatikan tangan sang pembuat peyek
kacang yang begitu sabar menuangkan satu demi satu sendok adonan hingga habis.
Sekali ia menambahkan tepung beras dan irisan kacang tanah ke dalam wadah
adonan yang sudah mulai berkurang. Sambil menambahkan air ia mencicipi rasa adonan
dengan telunjuknya untuk memastikan rasa. Ia pun kembali duduk menghadap celah
pembakaran dan mulai lagi menggoreng peyek kacang.
Sepintas cara membuatnya cukup mudah. Hanya
menuangkan satu takaran adonan ke dalam wajan dan menunggu matang. Namun jangan
terlalu percaya diri mencobanya jika belum terbiasa. Bisa-bisa adonan yang kita
tuangkan akan tumpah tak beraturan di dalam wajan. Adonan juga tidak boleh
digoreng terlalu lama. Jika sudah mulai menguning peyek kacang harus segera
diangkat. Setelah didiamkan sesaat peyek kacang akan berwarna keemasan tanda
penggorengan yang sempurna.
Meski hanya duduk dan menggoreng, saya
membayangkan pekerjaan membuat peyek kacang tidaklah senyaman yang kita
bayangkan. Efek pembakaran dari dalam tungku sangat menyengat hingga ke dinding
tembok. Meski sebagian atap terbuka namun radiasi pembakaran dan asap yang di
sekitarnya membuat saya hanya sanggup berdiri di sana selama 20 menit. Oleh
karena itu saya salut kepada si pembuat peyek kacang yang dengan sabar dan
tahan berjam-jam duduk di depan tungku dengan penggorengan panas tersebut.
Peyek kacang yang sudah digoreng segera
dibawa ke kios. Di sana peyek-peyek kacang langsung dikemas dan ditimbang ke
dalam plastik-plastik tebal berukuran besar. Setiap plastik berisi 2 kg peyek kacang
yang dihargai Rp. 20.000.
Peyek kacang adalah cemilan kesukaan saya. Penganan
ini adalah salah satu teman saat menonton TV atau membaca. Renyah dan gurihnya
sering membuat lidah tak mau berhenti sampai satu toples bersih tak berisi
lagi.
Komentar
Posting Komentar