Cahaya matahari sudah mulai terasa panas
meski sisa kabut masih mengambang. Pandangan saya mendadak terpaku pada seorang
anak kecil berbaju merah dengan sebuah lambang. Ia duduk hidmat seorang diri di
atas rumput di pinggir jalan tanah yang membelah hamparan sawah. Setelah
mendekat sayapun semakin jelas melihatnya, punggung baju merahnya bertuliskan
INDONESIA.
“Siapa
namanya?”.
Saya bertanya kepadanya yang sedang mencabuti sesuatu di pinggir sawah. Ia lalu
menjawab lirih, begitu lirihnya hingga saya tidak mendengar dan kembali
mengulang pertanyaan. Ternyata namanya Samuel. “Samuel sedang apa?”. Saya bertanya lagi sambil perlahan duduk di
dekatnya. “Cari rumput”.
Pagi itu Samuel yang mungkin baru berumur 5
atau 6 tahun sedang mencari rumput di pinggir sawah. Tentu saja rumput dalam
pemahamannya karena yang sedang ia cabuti sebenarnya adalah herba, sebutan
botani untuk tumbuhan dengan batang basah, berdaging dan berwarna hijau. Tapi
bagi Samuel apa saja yang ia cabuti di pinggir sawah adalah “rumput”.
Samuel bukan sedang bermain mencabuti rumput.
Rumput-rumput itu dimasukkannya ke dalam kantung besar berwarna putih. Samuel
berkata ia sedang mencari makan untuk babi. Saya agak terkejut mendengar
jawaban itu dan kembali mengajaknya berbincang. Menurut Samuel ia sudah biasa
mencari rumput untuk babi. Begitu seringnya ia bahkan mengerti jika babi mau
memakan segala jenis rumput. Ia lalu menunjukkan rumput-rumput apa saja yang
biasa ia cari sebagai pakan babi. Selain segala jenis rumput dan herba, ia juga
tahu jika babi biasa diberi makan campuran katul (bekatul) dengan air.
Tangan kecilnya terus mencabuti rumput di
sekelilingnya. Melihat caranya mencabut rumput dan memasukkannya ke dalam
kantung, tampak ia sudah terbiasa melakukannya. Sayapun menjadi makin penasaran
dengan kegiatannya tersebut. Dengan lugu ia berkata kalau dengan mencari rumput
ia bisa mendapat uang jajan Rp. 2000. Masih dengan kepolosannya ia lalu menyebutkan
nama-nama jajanan yang biasa ia beli dengan uang tersebut.
Obrolan kami semakin cair. Samuel sudah
tampak tak canggung lagi berbincang. Apalagi saat saya bertanya berapa jumlah
babi yang biasa ia beri makan. Ia menjawab “lima”.
Sayapun bertanya lagi “Cuma lima?”.
Samuel diam sejenak, alisnya tampak terangkat sedikit lalu kembali menjawab “lima terus ada empat lagi”. Saya
tersenyum mendengar jawaban itu. ”Jadi
ada berapa babinya?. Lima tambah empat berapa, Samuel?”. Ia tersipu
mendapat pertanyaan seperti itu. Kepalanya menggeleng tanda tak tahu. Sayapun
kembali tersenyum dan kemudian menuntunnya menghitung. Tangan kanan saya
merentangkan lima jari sementara yang kiri empat. “Ayo hitung Samuel”. Ia pun mengikuti dan mulai mengeja angka satu
demi satu sambil mamandangani jari-jari tangan saya. “Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan..”. Ternyata
ia lancar berhitung meski tak tahu lima ditambah empat. Sayapun terkekeh. “Jadi ada berapa babinya Samuel?”.
Malu-malu ia menjawa lirih “Ada
sembilan”.
Sekitar 20 menit kami berbincang di pinggir
sawah. Ketika saya bertanya apakah tidak berat mencari rumput dengan kantung
sebesar itu, ia berkata tidak. Samuel tidak mencari banyak rumput sampai
kantung itu penuh. Tapi saya tetap membayangkan itu tidak mudah untuk anak
seumurannya.
Tak lama kemudian Samuel bangkit dari
duduknya. Ia berkata sudah cukup. Sayapun ikut bangkit berdiri dan mencoba
mengangkat kantung rumput Samuel. Memang tidak berat tapi saya penasaran
bagaimana ia mengangkat kantung tersebut.
Samuel mengambil sepeda kecilnya lalu
menaikinya. Satu tangannya meraih kantung rumput, saya membantunya mengangkat.
Samuel lalu memanggulnya dan mulai mengayuh sepeda. Baru semeter sepedanya
goyah dan Samuel menurunkan kantung, membenahi posisinya lalu kembali memanggil
kantung rumput itu.
Samuel kembali mengayuh sepedanya melintas
jalanan sawah yang tidak rata. Pelan sepeda itu bergerak, kembali oleng tapi
terus melaju. Jelas tidak mudah bagi tubuh kecil itu memanggul kantung rumput di
atas sepeda.
Samuel semakin jauh dari pandangan saya. Hari
itu entah jajanan apa yang akan ia beli dengan dua ribu rupiah dari sekantung
rumput itu.
Komentar
Posting Komentar