Pameran seni rupa kontemporer ART|JOG|13 sedang digelar di Taman
Budaya Yogyakarta (TBY). Acara yang akan berlangsung hingga 20 Juli 2013 ini
dibuka oleh Menko Perekonomian Hatta Rajasa pada 6 Juli yang lalu. Di tahun
ke-6 nya ini ART|JOG mengangkat tema “Maritime Culture” atau Budaya Maritim,
sebuah budaya yang sebenarnya menjadi jati diri bangsa Indonesia dan juga lekat
dengan negara-negara lain yang memiliki banyak laut. Budaya maritim juga
dikenal sebagai rahim dari lahirnya peradaban yang toleran. Dan Indonesia
(seharusnya) menjadi tempat yang merepresentasikan keluhuran budaya maritim
tersebut.
Menyajikan
158 karya dari 115 seniman yang berasal dari Indonesia dan mancanegara seperti
Malaysia hingga Amerika Serikat, ART|JOG|13 menjadi sebuah pameran yang luar
biasa sekaligus tak biasa. ART|JOG
telah menjadi menjadi agenda utama seni rupa Asia yang juga menarik perhatian dunia
seni rupa internasional.
Melewati Finding Lunang dan muka TBY yang
sudah di-make over, kita dibawa memasuki sebuah lambung kapal. Ratusan karya
seni rupa kontemporer bertema maritim dan laut dipajang dalam Art Fair. Sebagai
sebuah pameran karya seni rupa kontemporer, ART|JOG tidak hanya menyajikan seni
rupa dua dimensi seperti lukisan dan foto, melainkan karya-karya cantik dalam
bentuk instalasi ruang, patung, video dan karya 3 dimensi lainnya yang disusun
dan diatur sedemikian rupa hingga membuat setiap orang yang melihat akan terjaga
di depannya.
Borderless: Floating Islands |
Dari ratusan karya kreatif dan inspiratif
yang ditampilkan, ada beberapa yang mungkin boleh dianggap sebagai masterpiece
atau mahakarya dari ART|JOG|13. Selain “Finding Lunang” dan “Dinding Kapal
Raksasa” di bagian depan TBY, sejumlah karya juga menarik perhatian banyak
orang seperti “Borderless: Floating
Islands” (Tak Berbatas: Pulau Terapung) karya Entang Wiharso. Karya instalasi 3
dimensi berukuran 350x750x140 cm ini terdiri dari 3 bagian pulau mengambang
yang saling bertaut. Di masing-masing pulau terdapat pohon pisang dan
patung manusia yang menggambarkan 3 tahapan dalam kehidupan manusia yakni
perkenalan, menikah dan sesudah pernikahan. Ada juga bentuk payung yang
menggambarkan perlindungan. Sementara pohon pisang dalam konteks sosial
dianggap mewakili kehidupan orang miskin. Karya ini merupakan karya realisme
yang melibatkan permainan proporsi dan distorsi tingkat tinggi.
Mobil yang speedboat |
Berikutnya adalah sebuah badan mobil yang diletakkan terbalik. Ini bukan mobil bekas yang
terbuang begitu saja. Instalasi ini malah bukan mobil karena setelah mengamati
bagian dalamnya orang pasti akan berdecak kagum pada spirit kreativitas
“speedboat” ini.
“Three
Donosaurus” karya Heri Dono juga menarik dan mengundang perhatian banyak
anak-anak.
Karya instalasi campuran ini adalah parodi dari Three Musketeers. Tiga donosaurus dengan kepala dinosaurus
dan badan manusia berusaha menyindir atau mengingatkan bahwa dalam diri manusia
masih ada sifat-sifat dinosaurus yang menyeramkan yakni suka berperang,
melakukan kekerasan dan tindakan buruk lainnya. Karya ini selain dapat
bergerak juga mengeluarkan bunyi-bunyian dengan irama yang menyeramkan.
Island of Walls |
Kemudian
“Island of Walls” karya Darbotz juga sangat unik. Pecahan tembok dilukis menggunakan acrylic dan cat semprot lalu
dipasang pada dinding membentuk gugusan pulau. Pecahan tembok mewakili
daerah-daerah, pulau dan tempat yang berbeda-beda. Sementara lukisannya
menunjukkan eksistensi. Pada akhirnya tembok dan lukisan itu akan menjadi saksi
biksu dari sebuah pulau meski nantinya dihancurkan atau dibangun.
Noah's Ark |
Karya yang berjudul “Noah’s Ark” menjadi peraih
penghargaan Young Artist Award Winner dari ART|JOG|13. Instalasi karya
Theresia Agustina ini berupa miniatur kapal yang tersusun dari ratusan bilah
besi dan digantung sementara di bawahnya berserakan bebatuan berwarna metalic.
Karya inipun sangat unik karena memiliki beberapa dayung berbentuk tangan
manusia yang mampu menghasilkan gerakan mendayung.
Masterpiece lainnya adalah sebuah instalasi yang terdiri dari 2 buah
replika kapal yang dibuat dari potongan logam bekas dan kertas karton.
Bentuknya menyerupai kapal tanker atau kapal perang yang diatasnya berdiri
ratusan rumah. Di bagian samping kapal juga terdapat baling-baling yang
berputar.
Anusapati
lewat karyanya “Missing Vessel” menyusun 6000 eksemplar majalah menjadi bentuk
kapal.
Karya ini terinspirai oleh penemuan kapal kuno nusantara dari abad VII di
Rembang pada tahun 2008. Kapal tersebut memperlihatkan kerumitan dan teknik
pembuatan yang sangat tinggi sehingga menunjukkan betapa majunya peradaban
nenek moyang kita. Tapi kini bangsa ini seakan lupa dan kehilangan jati dirinya
yang unggul tersebut. Majalah asing yang
digunakan untuk menyusun kapal mempertegas kritik bahwa masyarakat kita semakin
menjauh dari jati diri warisan nenek moyang.
La Mer |
Karya
Amery Breteau berjudul “La Mer” juga
sangat menarik dan indah. Sebanyak 53 lukisan yang masing-masing berukuran
30x30 cm ditata dengan cantik dengan bentuk ikan. Karya ini menggambarkan
pengalaman masa kecil sang pembuat saat melalui beberapa lautan dan menjumpai
banyak keajaiban di dalamnya. Tapi semua kini tinggal kenangan karena ulah
manusia yang telah menjadi musuh alam. Karya yang hampir serupa tapi memuat
kisah yang berbeda dihadirkan oleh Agus Suwage melalui “Menghidangkan Mitos”.
Melalui sejumlah lukisan fram video yang disusun menyerupai ikan ia menyajikan
Kanjeng Ratu Laut Kidul.
Beberapa
karya lukis dan foto berukuran raksasa juga memuat kisah dan kritik yang patut untuk
dicermati seperti “And On The Eighth Day There Were Perumahan” karya Mie
Cornoedus.
Foto berdimensi 85x470 cm ini memuat gambar sebuah pantai yang bagian lautnya
digantikan oleh gambar barisan rumah.
Catatan Pinggir#1 |
“Catatan Pinggir #1” karya Dedi Sufriadi juga
sangat menarik. Ratusan buka ditempelkan di atas kanvas raksasa berukuran
210x420 cm dan dilukis dengan aneka warna menggunakan acrylic.
Sebuah pameran yang luar biasa, penuh warna
kreativitas sekaligus kritik keras. Selain Commision Work dan Art Fair,
ART|JOG|13 juga menyelenggarakan kegiatan diskusi dan studio visit.
Lewat
tema Maritime Culture ART|JOG menyentil bangsa ini karena lupa mengurusi
kekayaan dan budaya maritim yang dulu pernah membawa kejayaan nusantara.
Melalui ratusan karya dan masterpiece seni rupa ini, ART|JOG berusaha meniupkan
kembali nafas ingatan dan kepercayaan diri Indonesia sebagai bangsa maritim. Dan sebagai sebuah
pagelaran ART|JOG adalah persembahan dari
Yogyakarta dan Indonesia untuk seni rupa dunia.
Komentar
Posting Komentar