Minggu Malam, 9 Juni 2013. Kami berdelapan
berkumpul mengelilingi perapian yang susah payah kami nyalakan. Mungkin setelah hampir
1 jam merenung menatapi kayu-kayu agar api nya mau keluar dan
berpijar. Beberapa kali upaya gagal, mulai dari membakar
menggunakan minyak tanah, plastik sampai kami berikan doa-doa supaya para kayu
itu terketuk hatinya untuk mau terbakar dan menyala. Sesekali Abid menaburkan
tembakau dan garam ke atasnya. Entah apa yang ada di otaknya. Tapi ramuannya tetap saja gagal membuat api berpijar hingga akhirnya Amalina datang membawa semangkuk briket dan membakarnya di bawah tumpukan kayu itu. Hasilnya? gambar di bawah ini bicara.
Waktu baru saja menunjukkan lewat pukul 00.00
suara aneh seperti rintihan kesakitan terdengar dari arah tenda peserta. Sebenarnya
bukan saya yang pertama kali mendengarnya, melainkan Cesar atau mungkin 4
panitia wanita yang saat itu juga masih terjaga. Waktu itu kami tinggal berenam
yang berjaga di camp sementara peserta yang baru saja menghabisi tenaga (dan
mungkin mentalnya) dalam jelajah selama 6 jam sudah berada di tendanya
masing-masing. Sementara para panitia inti masih berada di pendopo seusai sesi presentasi,
belakangan mereka memutuskan tidur di sana sampai jelang pukul 4 pagi.
Suara orang merintih terdengar ketika kami
berenam masih terjaga sementara yang lainnya mungkin sudah terlelap. Kami semua terbangun dari duduk. Saya
mengajak Cesar dan seorang panitia putri untuk memeriksa arah suara
rintihan berasal. Sementara yang lainnya menunggu di perapian api unggun dekat
dapur.
Buru-buru kami melangkah sambil mengarahkan senter ke 2 tenda paling ujung dan menanyakan dari luar apakah ada
yang sakit. Beberapa kali kami ulangi pertanyaan tapi tak ada suara jawaban. Sementara
kami semua masih ingat betul sampai beberapa detik sebelum kami beranjak dari perapian suara rintihan
itu masih terdengar. Untuk beberapa saat kami bertiga berkumpul di antara 2 tenda itu
mengarahkan senter kembali ke arah tenda. Kami tidak membuka tirai tenda dan
hanya menyorotinya dari luar dengan sesekali mengulangi pertanyaan : “apa ada
yang sakit?”. Tapi lagi-lagi tak ada yang sakit.
Mendapati hal itu kami hanya saling menatap. Suara siapa yang tadi kami dengar ?. Kami
melangkah menjauhi tenda dan kembali menuju perapian. Sambil berjalan
saya menghela nafas dan berkata kepada Cesar dan temannya : “mungkin rintihan itu
hanya suara orang mengigau”.
Kami berenam berkumpul kembali di sekitar
perapian, menghabisi malam, menikmati dingin. Ternyata sepanjang malam itu
bintang-bintang berserakan menemani kami dari atas.
Ada banyak barisan kalimat yang saya kumpulkan dari semalam bersama BiOSC. Dari yang ceria hingga suasana kebatinan ketika sebuah "insiden" dan "evakuasi" yang saya tahu untuk beberapa saat cukup menghantam emosi dan mental para peserta. Mereka memang sangat diuji kali ini. Juga termasuk bagaimana sebenarnya proses kreasi pembuatan makanan yang dilakukan oleh sejumlah pemasak "berprestasi". Cerita-cerita behind the camp dan on the spot yang mungkin tidak diketahui oleh para peserta atau mungkin sesama panitia. Saatnya rahasia diceritakan dan cerita dituliskan.
Komentar
Posting Komentar