Banyak orang yang mengutuki hujan. Meski
diam-diam mereka menikmati setiap butiran air yang berjatuhan.
Bagai sihir dari langit. Setiap tetesan airnya menuntun ingatan orang untuk memanggil satu demi satu kenangan yang
sudah terlewati. Bunyinya ketika jatuh menghantam tanah, atap rumah atau
mungkin menerpa badan dan membuatnya basah seolah membawa banyak rasa yang tak
pernah diundang. Segenap sensasi dan rasa yang dimaknai sebagai Galau.
Banyak orang mengingkari
perasaan galau jika hujan datang. Usaha yang sia-sia karena nyatanya sukar untuk
menangkis serangan galau jika hujan sudah turun. Pada akhirnya galau justru membuat
orang bisa lebih menikmati hujan. Bahkan tanpa sadar sebagian orang berharap
hujan datang agar ia bisa merasakan banyak rasa yang tak bisa ia dapatkan tanpa
hujan.
Tapi tak banyak yang tahu pasti mengapa galau kerap tiba-tiba menyerang di kala hujan tiba. Kita kerap buru-buru mengambil
kesimpulan bahwa galau adalah pertanda untuk sebuah pribadi yang labil dan lemah.
Padahal galau adalah kondisi psikologi yang manusiawi dan bisa dialami siapa
saja. Bahkan tanpa banyak orang tahu, termasuk saya sebelumnya, Galau ternyata
memiliki dasar ilmiah.
“Sesungguhnya aku kangen kamu di mana dirimu,
aku nggak ngerti
Dengarkanlah kau tetap terindah meski tak
mungkin bersatu
Kau slalu ada di langkahku...”
Jika tak membaca beberapa tulisan ilmiah bidang
psikologi mungkin saya tak akan tahu jika Galau ternyata telah banyak diteliti
di Amerika dan Eropa dalam beberapa tahun terakhir. Memang penelitian-penelitian
itu tidak secara spesifik mengungkap rahasia Galau melainkan mempelajarinya
sebagai bagian dari fenomena psikologis yang populer dinamai dengan Seasonal
Affective Disorder (SAD).
Seasonal Affective Disorder adalah kondisi
psikologi yang berkaitan dengan perubahan mood seseorang di banyak negara 4
musim karena pengaruh musim-musim tertentu menyebabkan mereka mengalami
fluktuasi perasaan mulai dari yang positif hingga negatif, mulai dari menjadi
bersemangat hingga sedih.
SAD juga memiliki sebutan populer “Winter
Depresion” atau “Winter Blues” karena di negara 4 musim, gejala SAD lebih
menonjol dirasakan ketika Winter. Dari banyak perubahan mood yang terjadi saat
Winter, rasa sedih, mellow, putus asa dan merasa bersalah adalah kondisi
psikologis yang banyak dirasakan. Hal yang unik karena berbagai kondisi psikologis tersebut
oleh orang Indonesia dimaknai sebagai perasaan yang “mengharu biru” alias “Galau”.
Tapi di Indonesia tidak ada Winter. Jadi bagaimana
orang Indonesia bisa merasakan Galau ?. Jawabannya ternyata bukan datang dari
aspek geografis dan psikologis semata. SAD juga tidak hanya berkaitan dengan
Winter tapi juga terjadi pada berbagai kondisi cuaca dengan gejala yang
berbeda-berbeda meski secara umum mereka yang mengalami SAD cenderung mengalami
penurunan mood, menjadi lebih malas, melamun, kurang konsentrasi hingga susah
tidur. Bukankah itu identik dengan Galau versi orang Indonesia ??.
Saya agak tercengang mengetahui SAD
yang salah satu turunannya adalah Galau ternyata dapat dijelaskan dari bidang
ilmu yang selama ini saya pelajari. Penelitian Denissen, Penke, Bukalid dan van
Aken berjudul “The Effect of Weather on
Daily Mood: A Multilevel Approach” membuka pengetahuan baru untuk saya jika
ternyata SAD dan turunannya bisa dijelaskan dari aspek Biologi dan Kedokteran.
Penelitian yang dipublikasikan pada jurnal Emotion Vol. 8. No. 5 tahun 2008 itu
juga menunjukkan bahwa bukan hanya Winter atau Summer yang bisa mempengaruhi
mood seseorang. Jurnal ini juga sedikit banyak membuka pemahaman tentang
bagaimana Hujan menurunkan mood seseorang. Hal serupa juga dijelaskan oleh
Jennifer Eastwood pada tulisannya yang berjudul “Understanding Seasonal
Affective Disorder”. Dan ketika penjelasan Biologi, Kedokteran dirangkai dengan
kajian Psikologi akhirnya bisa dipahami bagaimana Mesin Galau bekerja di kala
hujan.
Saya juga tersenyum kecil menertawakan diri
sendiri karena rupanya cara kerja Mesin
Galau di kala Hujan dapat dijelaskan secara sederhana. Tentu tidak berarti
bahwa proses Biologi dan Psikologi yang terjadi ketika orang menjadi Galau
adalah sesuatu yang sederhana. Tapi bagi orang-orang yang mempelajari Biologi
dan Kedokteran tentu sudah familiar dengan Hipothalamus, Glandula Pineal,
Melatonin, Seretonin, Vitamin D dan Fotoperiode. Ternyata di kalau hujan Mesin
Galau bekerja dengan melibatkan itu semua. Dan orang awam kini bisa memahami
bagaimana hujan menciptakan galau karena secara ringkas penelitian-penelitian
tersebut menerangkan bahwa :
“Ketika
hujan dan cuaca menjadi mendung, apalagi jika berada di dalam ruangan, tubuh
terutama mata akan menerima cahaya jauh lebih sedikit dibandingkan ketika cuaca
cerah. Sedikitnya cahaya yang masuk ke mata akan diterima sebagai sinyal oleh
otak dan melewati bagian otak yang disebut Hipothalamus. Bagian ini bertanggung
jawab mengontrol beberapa proses seperti tidur dan mood. Ketika mencapai
hipothalamus, sinyal akan diteruskan ke Glandula pineal yang dalam kondisi
kurang cahaya seperti hujan dan mendung akan memproduksi banyak hormon
Melatonin. Melatonin inilah yang mendorong seseorang menjadi lebih mudah
mengantuk dan melamun.
Di sisi
lain ketika hujan dan mendung, kulit manusia yang mendapatkan lebih sedikit
cahaya matahari juga membuat kandungan vitamin D di dalam tubuh menjadi lebih
sedikit. Rendahnya level vitamin D ternyata mempengaruhi level Serotonin di
dalam otak. Serotonin adalah protein pembawa sinyal (neurotransmitter) yang
bertugas meneruskan sinyal dari sel syaraf ke sel target. Selain bertanggung
jawab pada pengaturan mood, Serotonin juga memegang peranan dalam proses
mengingat. Ketika hujan, mendung dan lingkungan sekitar menjadi lebih gelap,
Serotonin dapat mengalami penurunan level sehingga mood akan berubah dan orang
akan cenderung melamun dan akhirnya mellow.
Perubahan
biologis yang mempengaruhi mood tersebut menjadi lebih rentan karena secara
psikologis dalam kondisi melamun atau mengantuk, alam bawah sadar manusia
cenderung memanggil banyak memori termasuk ingatan-ingatan lama seperti ingatan
tentang masa kecil, orang tua juga tentang mantan”.
“Mau dikatakan apalagi
Kita tak akan pernah satu
Engkau di sana, aku di sini
Meski hatiku memilihmu...”
Meskipun demikian para ahli menyakini bahwa
SAD dengan segala macam perubahan mood yang terjadi sebenarnya melibatkan
proses yang lebih kompleks dari yang sudah diketahui saat ini. Oleh karena itu
penelitian mengenai hubungan antara perubahan cuaca dengan berbagai macam mood
dan perasaan masih terus dilakukan. Termasuk apakah benar wanita lebih rentan
galau dibanding pria ?. Meski sejumlah data menunjukkan hal itu tapi hasil
penelitian Denissen dkk. ini masih berkesimpulan bahwa belum ada hubungan
signifikan dari faktor gender dan kepribadian. Jadi jika selama ini kita kerap
mencibir kegalauan seseorang sebagai bentuk sifat dan kepribadian orang labil,
sebaiknya kita perlu berkaca lagi karena saat hujan berikutnya turun, mungkin
giliran kita yang akan Galau.
Komentar
Posting Komentar