Saya jadi teringat komentar Sudjiwo Tedjo
pada sebuah forum di sebuah televisi beberapa bulan lalu. Komentar beliau pada
waktu itu kurang lebih bermakna “kehebatan orang akan semakin kuat dan semakin
dihargai, jika ketika kelemahannya dikritik, ia diam dan tidak berontak”.
Respon Andrea Hirata terhadap sebuah tulisan
kritis yang sebenarnya menarik jika dipandang dari sudut pandang tertentu,
akhirnya bergulir bebas menjadi perbincangan yang ramai mengundang banyak komentar
dan tulisan susulan. Ada yang berdiri di kubu Andrea dan ada yang berdiri di
samping Damar, sang kritikus yang membuat Andrea tak tersinggung. Tapi ada juga
yang bersikap biasa saja, mencoba arif memandang dari sudut pandang Andrea dan
Damar.
Seperti halnya konflik yang melibatkan dua
nama tenar, adu argumen dan dukungan justru lebih kencang bermunculan dari para
simpatisan masing-masing dibanding pihak-pihak yang bersinggungan secara
langsung. Namun kali ini, beberapa kali melihat timeline twitter dan komentar di beberapa tulisan, respon Andrea
Hirata sepertinya justru menjadi angin yang lebih kencang berbalik ke arah
dirinya sendiri. Apalagi jika melihat indikasi penyelesain masalah ini yang
mungkin akan bergulir ke jalur hukum dengan hadirnya Prof.Yusril Ihza Mahendra
sebagai pendamping hukum Andrea Hirata. Tapi saya dan mungkin banyak orang juga
mengharapkan hal ini tidak akan sampai sejauh itu.
Seorang penulis boleh mengkritik orang lain “sesukanya”
dari sudut pandang yang ia yakini kebenarannya dan orang lain pun boleh
menanggapi kritik dari sesamanya dengan cara yang ia anggap bisa “membela
dirinya”. Sebuah tulisan pun boleh dibalas dengan cara lain. Tapi kapasitas dan
harapan yang disematkan masyarakat kepada sosok tertentu seringkali tak
membenarkan tindakan-tindakan itu.
Baik Andrea Hirata, Damar maupun Prof. Yusril
pasti mengerti bagaimana menjawab kritik dan membaca sebuah tulisan karena
mereka juga penulis. Damar dan Prof. Yusril, keduanya juga seorang blogger di kompasiana.
Sementara Andrea Hirata pasti mengerti tentang dinamika dunia tulis menulis.
Andera Hirata. Penanya pernah menghasilkan
tulisan yang membuka mata dan hati banyak orang karena keindahannya melukiskan
kisah penuh inspirasi dari para Laskar Pelangi. Penanya telah mengubah jalan
cerita kehidupan banyak orang.
Tapi kini saat dikritik, ia seperti lupa
menggunakan penanya untuk menuliskan keindahan. Saya percaya, seorang penulis
sekelas Andrea Hirata bisa menjadikan banyak hal sebagai inspirasi untuk
menghasilkan karya indah. Saya membayangkan bagaimana indah dan elegannya
tanggapan Andrea Hirata sebagai bentuk jawaban kontra opininya terkait tulisan kritis
yang mengena dirinya. Andrea Hirata mungkin sudah menjawabnya melalui sebuah
email yang diteruskan oleh seorang penulis lain di kompasiana. Tapi saya yakin
Andrea sebenarnya bisa menulis jauh lebih indah dari itu. Ia tak perlu menghabiskan
energi dan perasaan untuk memikirkan pengadilan karena ia punya harta dan
senjata utama yang selama ini orang yakini menjadi kekuatannya. Ia punya harta
sebuah pena dan senjata bernama tulisan. Ke mana semua itu ?.
Mungkinkah Andrea Hirata terlalu lama
berbulan madu di atas keindahan pelangi hingga ia sejenak lupa pada daratan
yang tidak selalu rata dan penuh kerikil tajam ?. Atau ia telah lupa menaruh
penanya dan mulai kehilangan kekuatan menulisnya ?. Semoga tidak.
Semoga kali ini Damar dan Andrea Hirata bisa
memberikan contoh yang baik kepada masyarakat dan pembaca Indonesia sesuai kapasitas
yang selama ini diharapkan dan disematkan kepada mereka sebagai penulis yang cerdas
menulis dan membaca tulisan.
Indonesia sudah banyak memiliki komentator
sepakbola handal tapi sepakbolanya justru memprihatinkan. Kita punya banyak
politisi hebat tapi politik ini semakin tak beradab. Jangan sampai kini kita
memiliki banyak penulis hebat tapi hanya bisa menghasilkan “fiksi dan khayalan indah”
di atas kertas saja. Semoga para penulis tak saling bunuh diri karena memakan dan mematikan
kekuatan menulis dan kebebasan berfikir mereka sendiri. Semoga kali ini mereka bisa
memberikan pencerahan yang lebih nyata.
Lepas dari semua yang sedang terjadi saat ini, Laskar Pelangi dan Andrea tetaplah sebuah kebanggaan yang dimiliki oleh Indonesia.
Semoga Andrea tidak lupa dengan penanya dan
segera mengambilnya untuk menulis beberapa paragraf indah seperti dulu ia
melukiskan keindahan pelangi yang mengundang puja-puji. Sampai batas tertentu,
seorang sekelas ia akan semakin hebat jika menjawab kritik dengan tulisan,
bukan gugatan pengadilan. Dan semoga jika nanti Andrea dan Damar bersalaman,
keduanya telah meninggalkan beberapa tulisan dan membiarkan intelektualitas
pembaca menilainya.
Ambilah penamu sendiri Andrea.
Komentar
Posting Komentar