Baru beberapa saat lalu saya menutup sebuah buku dan melemparnya pelan
ke atas tempat tidur, agak kecewa dengan isinya yang tak semegah sampulnya.
Sebenarnya tak ada yang sia-sia dari membaca sebuah buku. Apapun bentuk
dan jenis tulisan itu pasti akan meninggalkan jejak manfaat atau minimal kesan
sesaat. Membaca buku juga terkait selera. Ada yang gemar dengan cerita non
fiksi seperti biografi, tulisan sejarah atau dokumentasi bergambar. Ada juga
yang lebih menyukai membaca fiksi. Tapi ada pula yang tidak memiliki selera
pasti yang tertentu terhadap jenis buku dan tema bacaan.
Tapi terkait cerita fiksi, saya baru sadar
ternyata separuh lebih koleksi novel dan cerpen yang ada di kamar adalah karya
milik Mira W, Marga T dan Nh. Dini. Ada banyak karya mereka mengisi koleksi
pribadi. Beberapa di antaranya telah saya baca lebih dari sekali tanpa bosan. Maka
ketika membaca beberapa karya milik beberapa penulis fiksi saat ini, akhirnya membuat
saya tertarik membandingkan karya-karya itu.
Kontras dengan karya-karya Mira W, Marga atau Nh. Dini yang begitu abadi
dan membekas di hati, karya-karya novel dan cerpen yang lahir di era kini rasanya
lebih berumur pendek.
Karya-karya fiksi era kini lebih
cepat membosankan. Padahal karya-karya itu cepat populer. Boleh jadi karena karya tersebut terlalu cepat
populer, maka yang terjadi sebaliknya tulisan-tulisan itu juga mudah dilupakan.
Meski menulis bukan pekerjaan instan tapi pengaruh teknologi dan media sosial
saat ini menyebabkan proses kreativitas berlangsung lebih cepat dan instan. Inilah
yang mungkin membuat beberapa karya fiksi era kini cenderung dangkal.
Mengapa bisa demikian ?. Jawabnya ada di sini
Komentar
Posting Komentar