29
September 2012, saat rembulan mulai
muncul di ujung timur menggantikan matahari yang sudah turun di barat, Jogja
International Street Performance (JISP) 2012 baru saja ditutup dengan
hangat. Penampilan delegasi dari Yogyakarta dan Pragina Gong mengakhiri
pagelaran seni sehari tersebut. Sesuai namanya, JISP adalah sebuah pagelaran
seni yang menjadikan jalanan sebagai panggung dan catwalk untuk
menampilkan berbagai pertunjukkan kreasi seni budaya Indonesia dan mancanegara.
Sama
dengan edisi sebelumnya, JISP edisi tahun ke-3 ini kembali mengambil sudut
kampus Universitas Gadjah Mada sebagai venue. Bedanya jika tahun
lalu jalanan yang dipilih adalah jalan raya Kaliurang yang membelah kampus UGM,
maka pagelaran kemarin sore dihelat di boulevard barat Grha Sabha Pramana yang
berada di dalam kompleks kampus UGM.
Dimulai
sekitar pukul 3 sore, JISP diisi dengan beberapa parade komunitas kreatif
Yogyakarta, di antaranya murid-murid dari berbagai sekolah di DIY. Mereka
berjalan sepanjang boulevard menggunakan busana penuh warna
dan model yang dikombinasikan dengan beragam aksesoris menarik. Batik,
kain-kain bermotif batik dan beberapa kain tradisional lainnya banyak
ditampilkan oleh mereka. Sementara beberapa komunitas lain memamerkan
kreativitas busana mereka dalam bentuk lain yang lebih kekinian. Tak hanya
berjalan, di beberapa sudut mereka berhenti untuk mempersilakan puluhan juru
foto untuk mengambil gambar. Di depan kamera mereka bergaya. Sementara beberapa
penonton mencuri masuk untuk berfoto bersama peserta.
beberapa peserta parade busana & kostum |
Parade
busana dan kostum berlalu. Giliran aksi tari, musik dan teatrikal
dipertunjukkan. Sekelompok seniman dari China naik ke atas panggung. Jemari
mereka terampil memetik dan menggesek berbagai jenis alat musik tradisional
negeri tirai bambu. Harmonisasi yang manis membuat suasana sore semakin hangat.
Tepuk tangan penonton pun pecah.
Aksi
seniman China selesai, beberapa orang bule giliran naik pentas. Mereka adalah
seniman dari Mexico. Beberapa nomor instrumental akustik mereka mainkan.
Kombinasi permainan keyboard dan alat musik tradisional Mexico berhasil menarik
perhatian penonton.
Kehadiran
seniman mancanegara memang salah satu yang diunggulkan dalam JISP. Jika tahun
lalu beberapa seniman dari Jepang, Malaysia dan India serta beberapa mahasiswa
asing unjuk gigi. Maka tahun ini giliran seniman Belanda, Mexico dan China yang
ditampilan bersama seniman India dan Indonesia.
seniman asal Negeri Tirai Bambu dengan alat kesenian tradisional mereka |
seniman Mexico sedang beraksi di atas panggung |
Jika
penampilan seniman asing mampu menyulut tepuk tangan penonton, maka aksi
seniman Indonesia dan DIY mampu membuat penonton berteriak. Aksi-aksi
koreografi yang terduga banyak dihadirkan oleh seniman dari DIY. Sanggar Tari
Didik Nini Thowok adalah salah satu yang mendapat sambutan meriah. Sanggar tari
tersebut menampilkan 6 penari yang semuanya adalah kaum transgender alias
waria. Menggabungkan gerakan tarian tradisional dan kontemporer mereka tak
hanya memancing tawa penonton namun tepukan hangat berkat aksi-aksinya. Salah
satunya adalah saat mereka menirukan Gangnam Style lengkap dengan
iringan musik ala boyband. Uniknya gaya tersebut langsung disambung dengan Iwak
Peyek. Para penari lalu naik ke atas panggung VIP dan menari bersamu sejumlah
tamu undangan. Sekitar 10 menit aksi mereka benar-benar menghibur. Ternyata
para kaum yang selama ini sering dianggap sebelah mata dengan beberapa citra
negatif yang disematkan, memiliki rasa berkesenian bahkan mampu menampilkannya
dalam bentuk paket hiburan yang menarik.
delegasi kesenian Kab. Sleman |
Sanggar Tari Didik Nini Thowok mendapat sambutan hangat salah satunya karena menirukan Gangnam Style |
Penampilan
delegasi dari Kulonprogo juga tak kalah. Menampilkan karya berjudul Gatotkaca
Jatuh Cinta sejumlah penari pria dan wanita menampilkan gerakan dengan harmoni
yang manis lengkap dengan tingkah-tingkah lucu di beberapa segmen. Gerakan
balet dan tarian tradisional jawa dipadupadankan dengan iringan musik gamelan
dan musik modern.
Kombinasi
unsur tradisional dan modern juga ditampilkan oleh delegasi seni dari Sleman.
Sekelompok penari pria menggunakan sepeda kumbang masuk mengisi formasi ketika 6
penari wanita sedang beraksi di depan penonton.
Suguhan
kreativitas tanpa batas yang benar-benar tak terduga makin terasa saat
sekelompok penari berkostum Hanoman versi modern masuk mengambil alih pentas.
Gerak lincah mereka mengikuti musik yang berirama menghentak namun kental
dengan unsur etnik. Dialog model teatrikal sesekali dimainkan. Seperti pada
umumnya cerita Hanoman yang berkisah tentang pembebasan Shinta dari Rahwana,
kelompok inipun membawakan hal yang serupa namun dalam konsep tari dan
musik modern. Di akhir penampilan mereka bahkan memainkan efek dengan
memunculkan api dan asap berwarna sebagai tanda hancurnya Rahwana. Benar-benar
suguhan menarik.
aksi Hanoman mengalahkan Rahwana |
Jika ada
kekurangan dalam pagelaran ini mungkin pada masalah promosi. Dibandingkan tahun
lalu, JISP kali ini jauh lebih sepi penonton meskipun digelar gratis dan
diadakan di dalam kompleks kampus yang memiliki ribuan mahasiswa. Penonton yang
kebanyakan mahasiswa pun hanya terlihat memadati sisi sekitar panggung dan
tribun tempat duduk undangan. Sementara di sepanjang sisi barat dan timur
boulevard yang sudah diberi pembatas untuk mengantisipasi penonton justru sepi.
Pemilihan venue di dalam kompleks kampus dan pemberian pagar
pembatas juga dirasa kurang tepat karena membuat pertunjukkan semakin berjarak
dengan masyarakat umum. Hal yang agak disayangkan padahal event ini adalah
bagian dari peringatan Hari Pariwisata.
Meskipun
demikian pagelaran JISP 2012 tetap menjadi suguhan istimewa. Sajian budaya dan
seni dengan konsep penuh kreativitas. Sebuah sajian pertunjukkan yang bergizi.
penonton JISP 2012 tak seramai tahun sebelumnya |
Komentar
Posting Komentar