"Kamu anak Adam atau Kera ?"
Bisa jadi pertanyaan di atas akan menjadi salah satu pertanyaan abadi yang oleh sebagian orang menjadi PR untuk dijawab sampai mati. Tapi juga menjadi pertanyaan apakah hal itu masih perlu dipertanyakan dan diperdebatkan ?.
Sering kita terlalu cepat menilai suatu teori illmiah bertentangan
dengan agama. Sementara perkembangan ilmu telah banyak mengungkap
kesesuaian antar isi kitab suci dengan fenomena yang ada di alam. Sungguh
kurang adil dan kadang tidak pada tempatnya jika selalu mengadu kebenaran ilmu
pengetahuan dengan agama. Keduanya mempunyai dasar yang berbeda.
Mempertanyakan mana yang lebih benar dan ilmiah apakah ilmu
pengetahuan ataukah agama akan sangat membuang waktu dan energi. Keduanya
memiliki dasar dan metode pamahaman yang berbeda. Yang perlu disadari
seberapapun besar usaha yang dilakukan oleh ilmu pengetahuan untuk mengungkap
alam semesta, masih sangat kecil dibanding dengan apa yang ada dan sesungguhnya
terjadi di alam ini, yang masih menjadi rahasia milik Tuhan.
Di sisi lain seolah-olah sering terjadi ketidaksinkronan
penjelasan tentang sebuah fenomena yang sama dari sudut pandang ilmu
pengetahuan dan agama. Ketidaksinkronan yang kadang berujung pada penolakan
terhadap sebuah teori atau penemuan ilmiah. Sebagai contoh, dulu teori tentang
bumi itu bulat mendapat tentangan keras dari sejumlah golongan yang meyakini
bahwa bumi datar karena Tuhan “menghamparkan” bumi. Kini semua sepakat bahwa
maksud “menghamparkan” tidaklah berarti bumi datar karena pada kenyataannya
ilmu pengetahuan telah membuktikan bahwa bumi memang bulat.
Perdebatan pemikiran ilmu pengetahuan dan agama tak jarang
bermuara pada sebuah pertentangan. Teori Evolusi Darwin yang dituangkan dalam buku The Origin Of Species adalah
contoh nyata terbesar bagaimana sebuah ilmu pengetahuan dianggap melawan firman
Tuhan dan mengingkari agama. Kritik pedas tidak hanya ditujukan
kepada teori evolusi, sosok Darwin pun dikecam keras dan dianggap
berusaha menyebarkan ateisme dengan kedok teori ilmiah. Kebenaran
tuduhan-tuduhan tersebut mungkin hanya Darwin yang tahu.
Hingga kini pertentangan antara teori evolusi dengan kreasionisme
terus terjadi. Kreasionisme yang sangat kuat memegang kepercayaan sebagaimana
kitab suci menjelaskan bahwa kehidupan di bumi diciptakan selama 6 hari dan
setiap hari Tuhan menciptakan kelompok organisme yang berbeda-beda. Sedangkan
teori evolusi Darwin secara tegas mengatakan organisme yang beranekaragam saat
ini berasal dari sedikit atau satu organisme di masa lampau yang sederhana.
Perubahan terjadi secara perlahan selama berjuta-juta tahun melalui mekanisme
seleksi alam.
INTERPRETASI MENYIMPANG TEORI EVOLUSI DARWIN BUKAN KESALAHAN ILMU PENGETAHUAN
Saya tidak berdiri di atas kaki yang menolak atau mendukung
kreasionisme tapi juga tidak memandang teori evolusi Darwin sebagai sebuah
ancaman besar bagi kemanusiaan dan keyakinan seperti yang dituduhkan pengikut
kreasionisme. Pengikut Darwinisme maupun Kreasionisme yang terus berdebat
dengan membawa agama terlalu jauh di satu sisi dan mengesampingkan campur
tangan Tuhan di sisi lain mungkin melakukan kesalahan dalam menempatkan agama
dan ilmu pengetahuan. Agama dan ilmu pengetahuan bukan untuk
dipertentangkan karena sejak awal keduanya memang berbeda. Meski keduanya
sama-sama berusaha memberikan jalan menuju kebenaran.
Kadang terasa tidak adil jika ilmu pengetahuan selalu diadu dengan
iman dan kitab suci. Bahkan dalam beberapa hal mungkin keduanya kelihatannya
tidak akan pernah satu, meskipun sebenarnya dapat didamaikan. Dapat didamaikan
karena Tuhan telah menyediakan jalan bagi manusia sebagai makhluk berakal dan
berbudaya untuk mengembangkan pengetahuan. Jalan berupa kecerdasan
termasuk indera yang sempurna untuk menangkap fenomena alam. Agama memberi
jalan bagi umat manusia untuk terus belajar dan mengungkap rahasia alam raya.
Di sinilah sebenarnya ilmu pengetahuan seharusnya dapat didamaikan dengan
agama.
Ilmu pengetahuan adalah jalan untuk mencapai kebenaran seperti
halnya agama. Mengenai apakah sebuah teori ilmiah akhirnya terbukti benar atau
salah itu masalah lain karena ilmu pengetahuan terus berkembang. Bahkan
kesalahan dalam ilmu pengetahuan tetap dianggap sebagai sesuatu yang berharga
untuk perembangan pengetahuan itu sendiri.
Agama adalah keyakinan yang harus dipercayai. Apa yang dikatakan
oleh agama dalam hal ini kitab suci tidak boleh diragukan apalagi dipertanyakan
kebenarannya. Sementara ilmu pengetahuan lahir dari sebuah proses berfikir
mengikuti metode-metode ilmiah. Yang dipelajari dalam ilmu pengetahuan adalah
materi yang mewujud atau fenomena-fenomena yang konkret. Kebenaran suatu
pengetahuan tidak bersifat mutlak, artinya dapat berubah karena manusia akan
terus berfikir. Di sinilah agama dan ilmu pengetahuan seolah-olah tidak bisa
dipertemukan karena metode dan sudut pandang yang digunakan oleh keduanya untuk
menemukan kebenaran dan menerangkan sebuah fenomena tidak sama. Sehingga wajar
jika dalam beberapa kasus dalam hal ini teori evolusi seolah “tidak
sejalan” dengan agama yang dalam konteks ini diwakili kreasionisme.
Kreasionis atau pihak yang mendukung penuh konsep penciptaan
sering melontarkan kritik bahkan tuduhan dengan dasar yang tidak ilmiah
terhadap Darwin. Padahal mereka selalu menganggap teori evolusi Darwin sebagai
teori yang tidak ilmiah juga. Darwin dianggap sebagai ateis sehingga kaum
beragama yang mendukung teori evolusi Darwin berarti juga mengingkari imannya
sendiri. Menurut mereka kerusakan dan bencana akibat teori evolusi Darwin
sangat nyata sehingga seorang muslim atau penganut agama harus menolak
Darwinisme dan meyakininya sebagai ancaman yang besar bagi kehidupan dan agama.
Rasa tidak nyaman sering muncul ketika membaca argumen-argumen
yang melibatkan ayat suci untuk mengkritik habis-habisan sebuah teori ilmiah
(dalam hal ini teori evolusi Darwin) secara tidak proporsional. Kejahatan
kemanusiaan, penjajahan, rasisme, fasisme dan pemberontakan yang dilakukan oleh
Hitler, Mussolini, Lenin dan sebagainya sering dianggap sebagai efek
samping dari teori Evolusi yang berarti juga tanggung jawab Darwin. Atas dasar
ini juga para kreasionis kemudian berpendapat bahwa teori evolusi telah
menggiring umat manusia ke dalam bencana. Darwin dan teori evolusi dianggap
sebagai ancaman terhadap agama.
Jika Hitler dan Mussolini menjadikan pandangan evolusi sebagai
salah satuinspirasi pembenaran kejahatan mereka, maka kesalahan bukan pada
teori evolusi sebagai produk ilmu pengetahuan. Hal tersebut dapat dibandingkan
secara sederhana dengan fenomena jejaring sosial yang sempat menjadi perdebatan
antara pandangan agama dan iptek. Penyimpangan penggunaan facebook tidak
menunjukkan kesalahan tentang keberadaan facebook. Dengan demikian munculnya
rasisme, fasisme, kolonialisme dan kejahatan lainnya bukan alasan untuk
menyalahkan Darwin dan teori evolusinya.
Di sisi lain ilmu pengetahuan dipandang bebas nilai. Namun
kenyataannya dalam merumuskan sebuah teori peneliti sering dipengaruhi oleh
keyakinan-keyakinan subyektif sehingga pada hakikatnya ilmu pengetahuan tidak
sepenuhnya bebas nilai. Banyak penelitian sengaja dirancang sedemikian rupa
untuk menolak hipotesis nol. Kita pun mungkin sering tak sadar atau tak sengaja
melakukannya. Namun hal tersebut tidak mengurangi nilai manfaat sebuah ilmu
pengetahuan karena sejarah telah mencatat banyak kemajuan dalam kehidupan
manusia yang dihadirkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan.
TEORI PENCIPTAAN (Kreasionisme) vs TEORI EVOLUSI DARWIN
Kreasionis yang selalu menganggap teori evolusi Darwin sebagai
teori yang tidak ilmiah rasanya harus kembali melihat dirinya sendiri karena
kritik yang ditujukan telah meluas hingga penyerangan terhadap pribadi seorang
Charles Darwin dan pemikir evolusi yang lain. Pernyataan dari pemahaman kitab
suci yang diajukan kreasionis untuk memperkuat kreasionisme itu sendiri juga
belum sepenuhnya dapat dijelaskan secara benderang. Di sisi lain pengikut teori
evolusi Darwin juga harus mengakui bahwa beberapa argumen dan bukti yang
diajukan oleh Darwin pada kenyataannya juga tak seperti Darwin bayangkan.
Salah satu kelemahan teori evolusi adalah ketidaklengkapan bukti
fosil yang memberikan petunjuk mengenai adanya bukti transformasi antar
kelompok makhluk hidup. Hal ini berdampak besar dalam beberapa cabang ilmu
pengetahuan. Dalam Biologi misalnya, ketiadaan fosil mempersulit penyusunan
filogeni Mamalia dan Tumbuhan berbiji. Padahal selama ini evolusi sering
digunakan untuk menjelaskan perkembangan Mamalia dan Tumbuhan.
Di sisi lain kreasionis dengan pemahaman harafiah bahwa
Tuhan menciptakan kehidupan selama “6 hari” mendapatkan argumen yang mereka
anggap kuat untuk mengatakan bahwa ketiadaan fosil yang lengkap merupakan bukti
bahwa evolusi seperti disampaikan Darwin tidak pernah terjadi. Evolusi hanya
sebuah teori bukan sebuah fakta yang pasti kebenarannya. Dalam konteks terakhir
ini saya sependapat dengan kreasionis karena pada hakikatnya evolusi tidak akan
pernah dapat sepenuhnya dibuktikan. Evolusi adalah proses yang bagian
terbesarnya “tertinggal” di masa lampau, kompleks dan sulit untuk dianalisis
apalagi di dalam laboratorium.
Pemahaman harafiah tentang penciptaan selama 6 hari mungkin
terlalu kaku. Saya teringat seorang Profesor di kampus saya yang pernah pada
satu kesempatan berkata bahwa “6 hari” yang dimaksud bisa saja hari dalam
kisaran lain dalam rentang waktu sejarah. Hari pertama mungkin rentang waktu
jutaan tahun, sedangkan hari kedua mungkin berjalan lebih lama atau lebih
singkat. Demikian seterusnya hingga hari ke enam penciptaan makhluk hidup.
Setiap hari dalam 6 hari adalah rentang waktu yang lama dan belum tentu sama.
Enam hari sebaiknya tidak diartikan harafiah 6x24 jam. Andai ini diterima maka
6 hari tersebut menjadi waktu yang lama dan cukup bagi terjadinya evolusi.
Tentang asal-usul manusia, para kreasionis mengecam teori evolusi
sebagai ancaman terhadap agama karena dianggap mengingkari keyakinan bahwa
manusia pertama adalah Adam, seorang manusia dengan wujud yang sempurna. Adam
bukanlah kera dan dalam hal ini kita sama-sama sepakat dan meyakini bahwa Adam
adalah nenek moyang kita. Namun, kritik juga harus disampaikan kepada mereka
yang menyebutkan bahwa Darwin berteori tentang kera sebagai muasal manusia. Teori evolusi Darwin tidak
membahas bahwa manusia berevolusi dari kera, gorila atau simpanse. Jika membaca
teliti buku The Origin of Species, sungguh tak akan
ditemukan Darwin berkata asal-usul dirinya dan manusia lainnya adalah kera. Teori evolusi Darwin hanya mencoba
memikirkan bahwa manusia mungkin berasal dari nenek moyang yang mirip dengan
kera. Kemudian beberapa ciri pada manusia ternyata juga dimiliki oleh kera dan
kerabatnya. Apakah “mirip” dengan kera harus berarti kera?. Entah siapa yang
pertama kali mengeluarkan pendapat kalau Teori Evolusi Darwin menyebutkan
manusia berasal dari kera. Buku lain mungkin demikian, tapi The Origin of Species milik Darwin tidak bercerita tentang
itu. Karena sebaliknya teori evolusi justru “mengakui” masih kebingungan
mencari hubungan antara manusia purba nenek moyang kita dengan kera, gorila
atau monyet. Meski kita akhirnya tidak dapat mengingkari kenyataan bahwa
ada sebagian ciri pada tubuh kita yang juga dimiliki oleh kera atau
gorila.
Dalam bukunya, Darwin juga secara tersirat mengakui
kekurangan-kekurangan teori evolusinya. Jadi jelaslah sudah bahwa mereka yang
menyebutkan Darwin dan teori evolusinya menyimpang karena mendefinisikan
manusia berasal dari kera adalah sebuah “persepsi” yang terlalu dini atau
bahkan cenderung emosional. Persepsi dan emosi yang awalnya wajar namun sering
digiring kepada masalah keyakinan seseorang. Sayangnya, mereka yang memiliki
kecerdasan tinggi tentang agama dan ilmu pengetahuan justru terlanjur terjebak
pada kubu “pro” dan “kontra” dan melupakan tugas sesungguhnya yaitu “menarik
kesimpulan”.
Serangan terhadap teori evolusi Darwin tak jua berhenti hingga
kini, bahkan berkembang pada bagian yang lain termasuk kepada pribadi Charles Darwin dan pengikutnya.
Jika seleksi alam yang dimaksud dalam teori evolusi Darwin bekerja
sebagai kemauan alam tanpa campur tangan Tuhan, berarti ada mekanisme yang
perlu dijelaskan. Inilah “hutang” Darwin yang tak sempat dijelaskannya atau
memang Darwin tidak mampu merangkai jawabannya. Teori evolusi Darwin yang
awalnya dianggap bisa menjelaskan mekanisme tersebut ternyata gagal. Darwin
memang berhasil menunjukkan bukti-bukti “produk” evolusi, namun dia luput
menjelaskan secara “elegan” apa yang terjadi dan bagaimana bukti-bukti itu
berevolusi. Sebagian kalangan mungkin maklum karena Darwin sebenarnya tak
pernah mengeyam pendidikan formal Biologi, dia hanyalah seorang biasa yang
tertarik kepada alam dan makhluk hidup pengisinya. Tapi teorinya terlanjur
mengguncang zaman.
Perkembangan ilmu Genetika dengan Hukum Mendel tentang pewarisan
sifat awalnya menggugurkan klaim mekanisme evolusi Darwin. Tapi pada
akhirnya Hukum Mendel justru menjadi pijakan untuk mengaktualisasi teori
evolusi hingga dihasilkan teori Sintesis, sebuah teori evolusi kontemporer.
Penemuan dan perkembangan mikroskop juga membuktikan bahwa organisme adalah
bentuk yang sangat rumit hingga pada tingkatan selnya. Terbentuknya struktur
yang rumit tersebut tidak bisa dijelaskan dengan teori evolusi Darwin. Namun
sekali lagi fakta tersebut tidak sepenuhnya menjadi bukti bahwa teori evolusi
bertentangan dengan ajaran agama.
Kepercayaan tentang penciptaan oleh Tuhan mungkin sebaiknya
disertai pemahaman bahwa selama penciptaan tersebut Tuhan juga berkuasa untuk
memberikan dinamika dan memunculkan proses perkembangan menuju bentuk yang
lebih rumit hingga menghasilkan jenis yang beragam seperti saat ini. Tak perlu
juga menyalahkan waktu kalau seandainya Darwin diberi kesempatan menjelaskan
maksud tulisannya mungkin semuanya akan lebih jelas, belum tentu juga. Bisa
jadi evolusi adalah bahasa yang digunakan oleh Darwin untuk menjelaskan sebuah
fenomena. Sementara agama memiliki bahasa lain untuk menjelaskan yang sama.
Tapi di luar itu semua harus diakui kalau teori evolusi Darwin
membuka jalan bagi ilmu pengetahuan modern untuk menjelaskan asul-usul
kehidupan. Teori evolusi Darwin memang gagal menjelaskan mekanisme tentang
terbentuknya keanekaragaman makhluk. Namun bukti bahwa evolusi pernah terjadi
sukar untuk diingkari..
Ada sebuah fakta yang menarik dalam sejarah perkembangan ilmu Biologi
terutama sistematika tumbuhan adalah terbitnya buku Genera Plantarum yang ditulis Bentham dan Hooker.
Terbitnya Genera Plantarumdianggap sebagai
masa berakhirnya periode klasifikasi sistem alam. Ternyata Genera Plantarum diterbitkan hampir bersamaan dengan
lahirnya teori evolusi Darwin. Periode inilah yang dalam sejarah sistematika
tumbuhan (Biologi) dianggap sebagai awal perkembangan sistem filogenetik yang
sedang banyak dikembangkan akhir-akhir ini.
Fakta bahwa evolusi benar-benar terjadi akhirnya sukar untuk
ditolak. Beberapa bukti dan argumen dalam teori evolusi Darwin yang tidak dapat
menjelaskan dengan tepat dan tuntas asal-usul kehidupan bukanlah sebuah tanda
bahwa evolusi tidak pernah terjadi. Bukti fosil meskipun belum lengkap tetap
diterima sebagai kenyataan bahwa pernah ada kehidupan masa lampau sebelum
kehidupan modern saat ini. Di sisi lain pemegang teguh Darwinisme juga tak bisa
mengingkari kenyataan bahwa teori evolusi Darwin mempunyai banyak kekurangan.
Namun hal itu justru membuka lahan pemikiran baru untuk terus menganalisis
perspektif dan mengaktualisasi teori evolusi karena diakui hingga saat ini
teori evolusi masih menjadi satu-satunya teori yang dapat menjelaskan
perkembangan “sebagian” kehidupan masa lampau yang mengantarkan pada “dunia
masa kini”.
Andaikan tidak selalu diterima dan diartikan secara harafiah,
keyakinan agama tentang penciptaan seharusnya tidak akan menimbulkan
pertentangan tajam mengenai teori evolusi. Teori evolusi adalah sebuah ilmu
pengetahuan yang seharusnya tidak dianggap sebagai simbol penentangan terhadap
agama atau sumber bencana.
Jadi masihkah kita mau membuang-buang tenaga untuk memikirkan jawaban dari pertanyaan : "kamu anak Adam atau Kera ?".
Komentar
Posting Komentar