15 Juni 2010 saya resmi bergabung di
kompasiana dan menjadi bagian dari sekitar 120000 orang yang disebut
kompasioner, yakni mereka yang menjadikan tulisan sebagai salah satu bentuk pelampiasan
diri.
Sepanjang lebih dari 2 tahun, 72 artikel saya
tuliskan di sana. Jumlah yang banyak ?. Saya rasa tidak karena ada seorang
teman yang baru bergabung di kompasiana selama 1 tahun tapi sangat produktif
dengan lebih dari 290 tulisan. Wow !.
Saya memang tak menuntut diri sendiri untuk
selalu bisa menulis tiap minggu atau menghasilkan sejumlah artikel setiap
bulannya. Saya menulis hanya di saat mood “memungkinkan”. Jadi meski ide sering
datang bertubi-tubi, tapi mood saya tak bisa diajak berdamai tiap hari.
Jujur saja yang dulu mendorong saya bergabung
di kompasiana adalah faktor idola. Saya menyenangi grup musik KAHITNA dan itu
yang menjadi latar belakang utama saya untuk menulis di kompasiana saat itu.
Maka dua tulisan pertama saya di kompasiana semuanya tentang KAHITNA, lebih
khusus lagi tentang 24 Tahun KAHITNA karena saat itu memang bertepatan dengan
ulang tahun ke 24 grup musik tersebut. Satu dari dua tulisan itu tak saya
sangka menjadi headline dan dimoderasi ulang oleh admin hingga sempat muncul
juga di website induk kompasiana yakni kompas.com.
Semenjak hari itu semakin banyak tulisan
mengenai KAHITNA yang saya munculkan di kompasiana. Beberapa di antaranya
kembali jadi headline.
KAHITNA memang salah satu obyek utama tulisan
saya di sini. Maka jika menengok arsip saya di kompasiana pasti akan terlihat
monoton dan itu-itu saja. Baru masuk tahun ke dua saya mulai menulis tentang
Anggrek, bunga kesukaan saya. Kemudian tema-tema tulisan lain mulai hadir
menyelingi seperti tema sosial budaya, fiksi, kuliner hingga pendidikan.
Meskipun demikian tetap saja cerita KAHITNA menjadi yang paling menonjol. Bahkan
jika dihitung, berbagai tulisan saya tentang KAHITNA sudah dibaca lebih dari 11.000
kali. KAHITNA akhirnya mendominasi 5 besar tulisan terpopuler saya di
kompasiana.
Tapi catatan itu akhirnya berubah. “Rekor”
KAHITNA di kompasiana patah. Sebuah tulisan yang saya buat beberapa saat lalu tak
disangka menggusur “popularitas” KAHITNA.
3 Agustus 2012 jelang sore, saya menyempatkan
untuk menulis sebelum keluar untuk berburu sajian buka puasa. Tulisan itu
selesai dalam beberapa menit saja karena
pada dasarnya isinya bukan tentang opini yang mengharuskan saya berfikir dan
berpendapat, melainkan hanya sebuah reportase dari apa yang sebelumnya saya
saksikan.
Tulisan tersebut langsung saya posting saat
itu juga ke dalam rubrik Media-TV.
Usai shalat tarawih saya membuka email di
yahoo dan langsung dikagetkan dengan hadirnya puluhan email baru di inbox .
Saya kemudian membuka kompasiana dan memeriksa tulisan itu. Tulisan itu rupanya masuk ke dalam kategori “TEREKOMENDASI”.
Saya pun mencoba membukanya dan kaget karena tulisan itu rupanya telah di-share di twitter lebih dari 40 kali dan
menjadi trending article untuk
beberapa waktu. Jumlah jempolnya pun mengejutkan saya, yakni mencapai 300 lebih.
Akhirnya ini menjadi tulisan saya di
kompasiana yang paling banyak dibaca, di share dan dikomentari. Hingga hari ini
sudah lebih dari 500 orang yang memberi tanda suka pada tulisan tersebut.
Jumlah pembacanya pun di luar dugaan dan dalam beberapa hari ini menjadi yang
terbanyak di kompasiana. Selama tiga hari sudah lebih dari 4000 orang membuka
tulisan ini. 22 tanda bintang juga muncul di sana.
Satu artikel dengan 4000 pembaca dalam waktu
3 hari. Bandingkan dengan angka 11000 untuk beberapa tulisan KAHITNA dalam
waktu 2 tahun.
Saat ini saya sedang membuka lagi tulisan
itu. Mencoba mencari apa yang menarik. Akhirnya saya tahu kalau tulisan
tersebut dibaca dan disuka karena aktualita yang menjawab rasa keingintahuan
banyak orang untuk sebuah fenomena yang sedang marak akhir-akhir ini.
Artikel pendek yang akhirnya menggeser posisi
KAHITNA dari daftar tulisan terpopuler saya di kompasiana. Namun tak menggusur KAHITNA dari hati saya. Ini hanya sebuah
reportase biasa :
“Jangan pernah
meremehkan sebuah tulisan.
Meski bagimu tulisanmu jelek bagaikan apusan anak-anak,
Meski bagimu tulisanmu jelek bagaikan apusan anak-anak,
ceritamu bisa saja
menggerakkan banyak orang...”
Komentar
Posting Komentar