Betah ya mba di Rumah Coklat ? |
Saya bukan penggemar coklat seperti jamak
pula saya kurang menyenangi makanan manis. Maka saat sore ini sampai ke Rumah Coklat saya hanya ingin merasakan seperti apa sajian
cafe yang kata banyak orang, termasuk teman-teman saya, cukup enak dan patut
dicoba. Dengan kata lain tempat ini "Recommended".
Rumah Coklat adalah cafe yang menghidangkan beragam sajian ringan olahan Coklat mulai dari bentuk minuman hingga es krim. Rumah Coklat terletak di Jln. Cik Dik Tiro Yogyakarta, hanya selemparan batu di sebelah barat Rumah Sakit Panti Rapih, bersebelahan dengan Laboratorium Kesehatan Pramitha, tak jauh di selatan Bunderan Kampus UGM.
Rumah Coklat adalah cafe yang menghidangkan beragam sajian ringan olahan Coklat mulai dari bentuk minuman hingga es krim. Rumah Coklat terletak di Jln. Cik Dik Tiro Yogyakarta, hanya selemparan batu di sebelah barat Rumah Sakit Panti Rapih, bersebelahan dengan Laboratorium Kesehatan Pramitha, tak jauh di selatan Bunderan Kampus UGM.
Saya tak berekspektasi tinggi tentang rasa sajian makanan yang diolah dari biji buahbernama latin Theobroma cacao ini. Namun demikian saya ingin mencobanya, setidaknya jika suatu saat ditanya “apakah pernah ke Rumah Coklat ?”, saya bisa dengan bangga menjawab “iya” (meski baru sekali). Lumayan kan setidaknya saya akan dianggap gaul.
Saat mencapai masuk ke dalam,
kesan yang saya rasakan adalah “biasa”. Maksudnya sudah biasa masuk cafe ??.
Bukan, menurut saya interior cafe Rumah Coklat ini ternyata biasa
saja. Memang ada beberapa kursi dan
sofa yang ditata mengelilingi sebuah meja di berbagai sudut ruang. Bentuk dan warna kursinya cukup beragam, ada yang di tata berdua, ada yang
berempat ada pula yang disertakan bersama sofa. Namun itu menurut saya masih
biasa saja. Alasannya ?. Saya mengharapkan akan ada banyak lukisan di dinding. Tapi saya mencoba membayangkannya jika hari beranjak gelap dan lampu di ruangan telah menyala. Hmm..sepertinya datang ke sini memang lebih pas di saat malam.
mungkin seperti ini suasananya jika malam datang, terasa lebih menawan |
Datang sekitar pukul 3 sore saya langsung
menuju ke sebuah meja dengan dua kursi kecil dan dua sofa. Sesaat kemudian
seorang wanita datang membawa daftar menu. Saya perlu beberapa menit untuk
membaca dan memilih menu yang rasanya seluruhnya berbahasa Inggris dan
kebanyakan asing buat saya. Jelas asing karena ini baru pertama kali saya ke
sana.
Saya memesan minum lebih dulu.
Kalau tak salah namanya Strawberry Tea. Keren sekali kelihatannya. Tapi
rasanya ??. Hmm..begini saja. Minuman ini adalah segelas teh tawar yang tidak
terlalu pekat, diberi es batu lalu ditambah sirup rasa strawberry. Tidak buruk,
namun lidah saya berkata minuman ini sangat biasa. Sambil bersandar di sofa saya mengamati sekitar. Agak jauh di muka saya seorang wanita duduk sendiri menghadap laptop bermerk Apple. Di depannya dua cangkir menemani. Sejenak saya lihat ia berbincang di muka laptopnya, mungkin sedang chatting atau bermain skype.
Beranjak ke samping sepasang wanita sedang duduk berhadapan. Tepat di sisi mereka terdapat sebuah kanvas putih. Saya terhenyak melihatnya. Ada sebuah tulisan di sana. Itu idola saya. Mereka ternyata pernah ada di sini.
Beranjak ke samping sepasang wanita sedang duduk berhadapan. Tepat di sisi mereka terdapat sebuah kanvas putih. Saya terhenyak melihatnya. Ada sebuah tulisan di sana. Itu idola saya. Mereka ternyata pernah ada di sini.
Strawberry Tea, namanya keren, rasanya biasa (saja) |
Waktu berjalan saya mulai menemukan sedikit kenyamanan di cafe ini. Apalagi di sini disediakan “colokan” listrik plus akses wifi internet
gratis. Untuk “colokan” jumlahnya ada banyak, bisa jadi ini yang membuat orang
betah berlama – lama di sini. Mau dikatakan apalagi, colokan saat ini sudah
menjadi menu paling laris dan hampir selalu dicari di banyak tempat seperti
cafe ini. Sayapun akhirnya mengeluarkan laptop dan mencoba akses wifi nya.
Ternyata lumayan cepat.
Akhirnya orang yang saya tunggu datang, sebut
saja dia Gandes, nama sebenarnya.
Saya pun kembali meminta daftar menu untuk kami memesan menu kembali. Karena masih “lugu” dan tidak suka coklat,
maka saya bertanya apa ada menu yang tidak dominan coklat ?. Ternyata ada es krim. Lumayan, dibanding coklat saya jauh lebih suka es krim. Maka
sayapun memesan Chocolate Cake Ice Cream. Tampilannya menarik, sebuah cake brownies
membungkus es krim coklat dengan hiasan di atasnya. Saya pun jadi penasaran
untuk merasakannya. Maka segara saya mengambil sendok, mendahului teman saya
yang masih sibuk dengan gadget nya. Kalau yang satu ini memang anak gaul
sungguhan.
Langit Jogja yang mendung sedari pagi tak
berubah, malah semakin mendung. Pertama kali menggigit menu itu lidah dan
kerongkongan saya terhenyak. Lembut dan manis. Namun sayang taste nya
terlalu kuat untuk lidah saya. Saya cenderung lebih menyukai es krim walls
kotak yang tidak terlalu lembut namun manisnya dan rasa coklatnya pas di lidah. Sajian serupa yang pernah saya nikmati di Jogja Ice Cream pun rasanya lebih enak. Okay, ini hanya masalah selera.
Bagaimanapun Rumah Coklat cukup tenar dan jadi pilihan di Jogja. Mereka yang datang tak cuma anak sekolahan, bukan cuma anak muda, namun juga orang tua. Mereka tak cuma menikmati sajian coklat kesukaan, namun juga berkumpul, berbagi cerita hingga mengerjakan tugas yang tertunda dan belajar pun rasanya banyak yang memilih melakukannya di sini.
Bagaimanapun Rumah Coklat cukup tenar dan jadi pilihan di Jogja. Mereka yang datang tak cuma anak sekolahan, bukan cuma anak muda, namun juga orang tua. Mereka tak cuma menikmati sajian coklat kesukaan, namun juga berkumpul, berbagi cerita hingga mengerjakan tugas yang tertunda dan belajar pun rasanya banyak yang memilih melakukannya di sini.
yang saya pesan tadi sore...rasanya biasa saja (tapi habis ???) |
Sepanjang sore ini satu jam saya lalui bersama
teman saya yang gaul itu di Rumah Coklat. Oh ya, sebagai tambahan, saking
gaulnya, teman saya ini sebenarnya baru kemarin dari Rumah Coklat bersama artis
Dominique Diyose, dia memang punya banyak teman dari kalangan artis. Dan saya salah satu yang bukan artis. Baru kemarin dari Rumah Coklat, sore ini
dia kembali lagi. Sepertinya memang doyan.
Sore menua. Setelah menyelesaikan berbagai macam obrolan kami memutuskan mengakhiri pertemuan. Tentu
tidak lupa kami membayar apa yang kami makan, ini kan cafe bukan prasmanan pernikahan.
Saya tak bisa mengatakan harga di sini murah
atau mahal karena tak punya referensi untuk membandingkannya dengan tempat
sejenisnya. Namun saat berada di kasir akhirnya saya tahu mengapa Rumah Coklat
banyak dipilih sebagai tempat kaum muda berkumpul menghabiskan waktu. Selain
tempatnya yang nyaman meski sedikit kurang menawan, dengan fasilitas akses
internet gratis, ditambah harga yang ditawarkan, pantas jika akhirnya tempat
ini menjadi idola banyak orang termasuk teman-teman saya. Meski menurut selera
lidah saya sajiannya biasa saja. Mungkin karena saya bukan penggemar coklat ya ?. Saya memang penyuka biru.
Dan ini yang tak terduga, jejak idola ada di sana, KAHITNA di Rumah Coklat |
Komentar
Posting Komentar