Dan semalam dia mengirim sms bahagia. Bahagia
dari sudut pandang dirinya karena usai jalinan asmara lamanya kandas dengan
meninggalkan banyak kisah sinetron, kini ia mengaku bisa merasai lagi indahnya
cinta. Sekali lagi cinta menurut sudut pandang dirinya. Namun rasanya yang ini
begitu menggembirakan untuknya. Alasan pastinya hanya ia yang tahu, namun satu
yang terbaca dari bunyi smsnya semalam adalah bahagia karena tembok perbedaan
yang menjadi batas pemisah asmara nya dengan seseorang lain kini akan segera runtuh.
Perbedaan di antara mereka bukanlah beda kota
meski kemungkinan itu nanti akan ada. Bukan juga beda dunia, keduanya manusia
kok. Perbedaan itu mengenai hal yang sangat asasi yakni keyakinan. Oleh sebab
itu dulu saat ia bercerita tengah menjalin kisah dengan seseorang beda
keyakinan, saya dengan setengah canda langsung merekomendasikan lagu KAHITNA –
Nggak Ngerti sebagai lagu tema untuknya. "Mengapa harus keyakinan memisah cinta kita...meski cintamu aku..". Lagu itu saya berikan bukan tanpa maksud, selain untuk bahan
candaan seperti biasa yang kami lakukan, lagu itu juga sesungguhnya untuk
mengingatkan bahwa sebesar-besarnya hasrat seseorang, pada akhirnya semua
kembali ke suratan Tuhan. Sebesar-besarnya kasih, pada akhirnya tidak semua bersatu
karena ada batas nyata namun sering tak kasat mata hingga terlalu besar
untuk manusia kalahkan, terlalu jauh dari jangkauan manusia untuk menembusnya.
Itu kata orang, saya cuma mencupliknya dan saya sampai saat ini meyakininya.
Akhirnya Perbedaan tak selalu bersatu dalam sinergi yang membahagiakan, Mau dikatakan apalagi kadang juga berakhir sebagai elegi yang menyakitkan. Dan perbedaan itu adalah (salah satunya) tentang keyakinan.
Akhirnya Perbedaan tak selalu bersatu dalam sinergi yang membahagiakan, Mau dikatakan apalagi kadang juga berakhir sebagai elegi yang menyakitkan. Dan perbedaan itu adalah (salah satunya) tentang keyakinan.
Kembali ke kisah tentang Indah. Sms nya
semalam masih berkutat pada “Perbedaan” itu. Namun tembok pemisah keyakinan itu akan segera sirna. Setidaknya
janji dan harapan itu yang Indah dapatkan dari sebuah makan malam bersama
seseorang. Semoga saja kali ini Perbedaan memang mengambil ujung cerita yang
bahagia.
“Oh kasih, aku bahagia sungguh bahagia...
Ku rangkai bunga untukmu
Dalam ikatan asmara..
Ku bertanya bertanya bertanya..
Akankah ku dapatkan kasihnya..”
(KAHITNA – Kencan Pertama)
Perbedaan pula yang mengisi sepenggal jalan
hidup saya. Memasuki bangku SMP saya menapak lingkungan pergaulan baru yang
boleh saya katakan jauh berbeda dibanding saat berkostum merah putih. Bukan semata
migrasi dari desa menuju pusat kota. Bukan hanya beranjak dari masa kanak-kanak
menuju belajar dewasa. Berada di sekolah favorit dan ditempatkan di kelas
unggulan saya bergaul dengan orang-orang pandai yang lebih dulu mengenal
kehidupan kota.
Banyak teman baru dan entah seperti awalnya
hingga kemudian tanpa disadari saya banyak berteman dengan teman-teman
keturunan Cina. Bersama teman-teman itu saya bersaing sekaligus berkawan baik.
Kami beberapa kali belajar bersama. Naik mobil bersama, tentu saja mobil milik
keluarga mereka.
Di dalam kelas saya duduk hampir satu baris
dengan tempat duduk mereka. Biasanya teman-teman saya yang keturunan itu duduk
di depan, sementara saya di belakang mereka. Jujur saja saya tak tahu mengapa
saya bisa lebih akrab dengan mereka padahal di sisi lain isu “SARA”
waktu itu cukup terdengar di sekolah kami. Maklum, sebagian siswa keturunan
Cina selain berasal dari keluarga berada, juga dipandang pintar dan sebagian
besar berkumpul di kelas yang sama dengan saya. Belakangan akhirnya saya tahu, di sinilah saya belajar Toleransi yang sesungguhnya melebihi apa yang ibu dan bapak guru bacakan dari textbook. Toleransi yang masih terus saya maknai hingga kini.
Tapi lucu juga pertemanan kami waktu itu. Hingga
saat ulangan pun mereka tak segan berusaha mencontek saya, sebaliknya saya pun
sering membantu mereka atau sebaliknya.
Dan pertemanan itu terus berlanjut hingga
bangku kelas 3 mengumpulkan kami kembali. Pertemanan kami tak berubah meski
bumbu persaingan makin terasa. Maklum saat itu adalah waktunya kami memforsir
energi demi lulus dengan nilai terbaik. Namun di tengah persaingan itu tetap
terselip pertemanan yang jujur saja saya rindukan saat ini. Lucu karena jika di
saat siswa lain mengejek mereka dengan sebutan “Cina” atau “sipit” dan mereka
marah atau tersinggung, maka jika kami yang melemparkan sebutan itu, mereka
merasa biasa saja. Lucu karena dari banyak teman keturunan itu, sebagian besar
yang dekat dengan saya adalah teman wanita, ada Ira, nama lengkapnya Siska Ira
Susanto, ada Felicia Ratna atau Felis, ada juga Nike atau Eunike Septi
Arisandi. Kemudian yang laki-laki ada Rio Ferdinanto, ada Albert.
Kami lalu lulus SMP. Dan sejak itu pula
pertemanan kami berakhir. Bukan karena kami tak lagi lagi teman. Selamanya mereka
akan saya kenang sebagai salah satu teman terindah meski cerita yang kami lalui
tak selalu indah. Pertemanan kami usai karena semenjak itu kami
berpisah melanjutkan sekolah ke kota-kota yang berjauhan. Kini saya tak
mengerti lagi kabar mereka. Hanya dari jendela facebook yang tidak aktif saja
saya sempat membaca kehidupan mereka kini. Namun rasanya itu tak mengganti
semua cerita yang pernah terjalin dulu. Cerita tentang Perbedaan yang membuat
saya susah lupa.
Perbedaan pula yang hadir di keluarga besar
saya. Beragam karakter itu pasti. Berbeda watak dan tabiat bukan hal yang aneh.
Saya yang seorang laki-laki secara karakter dan watak lebih mirip Ibu,
sementara saudara-saudara wanita saya justru lebih dekat ke Bapak. Bukan hanya
itu, di antara keluarga besar kami pun ada yang menganut keyakinan berbeda.
Bahkan belakangan saya tahu kalau dalam gugus keluarga besar yang menetap di
Solo terdapat saudara yang keturunan Cina.
Perbedaan kata orang bijak itu sebuah Rahmat.
Mungkin benar, setidaknya saya merasakan sisi yang demikian. Namun Perbedaan
memang selalu punya dua jalan. Jalan yang berujung pada kebahagiaan yang
kemudian orang maknai sebagai rahmat. Dan jalan yang pada akhirnya mau tidak
mau kita terima sebagai kenyataan yang tak membahagiakan atau setidaknya tak
mengenakkan. Dan saya sudah merasai keduanya.
Sudah beberapa kali kami sekeluarga terlibat
perselisihan hanya gara-gara beda memilih kapan lebaran akan dirayakan. Meski
perdebatan ringan namun ada kalanya memanas danberujung salah satu di antara
kami kesal. Akhirnya sudah beberapa tahu ini, saya, ibu, bapak dan adik-kakak
merayakan lebaran pada hari yang berbeda-beda. Tahun lalu misalnya, Bapak dan
Ibu memilih merayakan Idul Fitri sehari lebih awal dari saya dan
saudara-saudara saya. Dan saya tak tahu pasti apa untuk hal yang satu ini
Perbedaan menjadi sebuah rahmat atau laknat, meminjam istilah Prof. Sofyan
dari Islamic University of Europe.
Namun Perbedaan, apapun itu selalu
meninggalkan jejak yang bermakna, kalau tidak untuk saat ini pasti untuk nanti.
Selalu meninggalkan pelajaran yang pasti berharga, untuk selamanya.
Perbedaan itu suratan. Dan suratan adalah
jalan yang harus dilalui seseorang, apapun peran yang ia jalani dalam kisah tersurat itu, selalu ada kebahagian terselip di sana, sekecil apapun. Itu yang membuat seorang bijak berkata bahwa Perbedaan ada untuk disyukuri, bukan disesali.
Tak ada yang harus kita sesali
Semua indah yang pernah kita alami
Meski terbatas dan tak mungkin terikat janji abadi
Aku Dirimu Dirinya
Semua indah yang pernah kita alami
Meski terbatas dan tak mungkin terikat janji abadi
Aku Dirimu Dirinya
Tak akan pernah
mengerti tentang suratan
Dia untukmu adanya
Tak akan aku sesali
Playtech - New Zealand's #1 supplier of gaming equipment
BalasHapusPlaytech, an 토토 innovator of software 바카라 and services for online gaming and https://sol.edu.kg/ iGaming products, septcasino have apr casino partnered with supplier Casino.