“Saya hanya ingin empati bahwa ada yang terganggu
dengan rokok dan menghirup asap rokok sangat tidak mengenakkan. Saya hanya
sedih ketika setiap kali menyusuri jalan dan melewati banyak sudut, di situ
pula dijumpai anak-anak belia berseragam sekolah tampak riang dengan tangan
menggenggam batang rokok menyala dan dengan mulut tanpa beban menghisapnya”.
Ketika larangan merokok di tempat umum
dicetuskan banyak sekali pihak yang tersentak keberatan.
Demikian pula saat peraturan yang lebih tinggi disiapkan, perlawanan “diam-diam”
lebih mengerikan lagi. Buktinya “diam-diam” pasal tembakau itu menghilang. Pihak
Pemerintah tidak ada yang berani tampil maju ke depan untuk menjelaskan mengapa
pasal itu mendadak hilang. Meskipun demikian sudah benderang bahwa tekanan
korporasi rokok adalah pihak di balik semua itu. Bukti bahwa “agen” mereka di
pemerintahan cukup kuat pengaruhnya.
Di sisi korporasi rokok menjalankan cara yang menurut saya kotor, menggelikan sekaligus kelewatan. Beberapa saat lalu sebuah poster besar terpasang di sudut luar wilayah Yogyakarta. Poster yang saat pertama kali saya melihatnya langsung tercengang. Belakangan diketahui poster serupa juga muncul di beberapa kota.
Di sisi korporasi rokok menjalankan cara yang menurut saya kotor, menggelikan sekaligus kelewatan. Beberapa saat lalu sebuah poster besar terpasang di sudut luar wilayah Yogyakarta. Poster yang saat pertama kali saya melihatnya langsung tercengang. Belakangan diketahui poster serupa juga muncul di beberapa kota.
Poster itu menampilkan wajah-wajah para tokoh
yang selama ini mendukung RPP Pembatasan Tembakau seperti, mantan Menteri
Kesehatan Endang Rahayu (waktu itu beliau belum wafat), tokoh pemerhati anak
Seto Mulyadi, aktivis perlindungan anak Merdeka Sirait, pengacara nasional
Todung Mulya Lubis dan beberapa nama lainnya. Wajah mereka terpasang di poster
besar itu. Lalu apa yang membuat saya tercengang ??. Di atas gambar mereka tertulis
bunyi yang sarkastis : 10 MUSUH PETANI TEMBAKAU DAN BURUH KRETEK. Lalu poster
itu juga mengajak seluruh petani, buruh rokok dan kalau perlu masyarakat umum
untuk menentang RPP pembatasan tembakau. Belakangan “kampanye” itu makin gencar
dengan mengusung semboyan “TOLAK RPP atau MATI”.
Lalu benarkah itu memang suara perlawanan
dari para petani dan buruh rokok ?. Mungkin memang iya. Tak dipungkiri
merekalah yang akan paling merasakan dampak jika RPP itu mewujud. Tiap batang
rokok yang terjual tak ubahnya satu tarikan nafas yang memperpanjang hidup mereka.
Meski tiap batang rokok yang terjual itu pula yang menjadi penyebab hilangnya
nyawa sekian banyak manusia Indonesia.
Petani dan buruh rokok wajar menjerit namun
jeritan itu pula yang “dikelola” dan “dimainkan” diam-diam oleh korporasi di
balik mereka. Atas nama keadilan dan kesejahteraan petani dan buruh rokok
korporasi mengelola isu tersebut. Meski sebenarnya patut dipertanyakan bahwa
jangan-jangan korporasi rokok adalah pihak yang sebenarnya telah berlaku tidak
adil kepada petani tembakau dan buruh mereka. Nyatanya dari sekian besar
keuntungan pabrik rokok tiap tahunnya, dari sedemikian besarnya aset dan
kekayaan mereka, apakah itu juga telah membuat petani tembakau dan buruh mereka
mampu hidup layak ??. “Monopoli” mereka atas tembakau telah membuat petani dan
buruh rokok tak memiliki pilihan lain. Dan korporasi menyadari itu, lalu mereka
mempertahankannya, kemudian mereka mengadu domba petani dengan menjadikan pihak
yang mendukung RPP pembatasan tembakau sebagai musuhnya.
Sebenarnya tanpa peraturan dan pelarangan
pun, merokok memang tidak boleh dilakukan di sembarang tempat, jika mau lebih
halus daripada melarang sama sekali karna itu memang sangat sulit. Yang perlu
dimiliki adalah perasaaan empati dan menghargai bahwa ada orang lain yang tidak
merokok. Bahwa ada orang lain yang tidak senang dengan asap rokok. Bahwa ada
orang lain yang akan dirugikan jika mereka “dipaksa” menghirup asap rokok.
Namun apadaya, atas nama kebebasan pula
banyak orang yang tidak peduli akan hal itu. Bagi mereka merokok adalah hak.
Hak mereka juga untuk merokok di mana saja termasuk di tempat umum. Nah di
tempat umum. Tempat milik banyak orang bukan ?. Bukan hanya milik mereka yang
merokok.
Berbagai upaya sosialisasi dan kampanye sehat
tanpa rokok telah dilakukan. Namun seperti yang saya sebut di awal, mereka
terlanjur menghadapi musuh yang sangat kuat : korporasi rokok dan agen mereka
di pemerintahan. Musuh yang berlindung di balik badan para petani dan buruh
rokok.
Permainan korporasi itu semakin susah
dikalahkan ketika mereka berhasil mengkamuflasekan wajah mereka dalam beragam
program mulai dari ekonomi, budaya hingga olahraga. Lihat saja di negeri ini hampir
semua event olahraga besar disokong oleh rokok. Hampir setiap sudut jalan
negeri ini reklamenya menjadi rumah bagi produk rokok. Sekali lagi mereka
menyamar dan meleburkan dalam beragam aktivitas keseharian rakyat Indonesia.
Benar memang sumbangsing mereka di bidang olahraga atau budaya memang nyata.
Namun itu tak lantas membuat rokok menjadi barang yang wajar dan bebas
dibolehkan di masyarakat.
Tak mau disudutkan, korporasi rokok pun
membantah telah mengeksploitasi dan sengaja membidik kaum remaja sebagai konsumen
utama mereka. Mereka berdalih produk rokok tak ditujukan untuk remaja. Tapi
nyatanya ?. Semua yang melihat iklan rokok terutama yang ditayangkan di TV
pasti tahu kebenarannya. Iklan-iklan itu sangat jelas menjadikan gaya hidup
remaja yang dinamis, gaul dan sporty
sebagai media image forming rokok,
sebuah hal yang menyesatkan. Atau datang saja ke sebuah acara musik dan
olahraga di mana rokok berkuasa. Hampir pasti dari selembar tiket yang kita
beli selalu dapat ditukar dengan setidaknya satu bungkus rokok, terlepas apakah
kita mau atau tidak menerimanya, itu adalah cara rokok membidik mangsanya.
Lantas adakah upaya pemerintah untuk
melindungi bangsa ini dari racun tembakau ini ?. Meski terbilang tertinggal dibanding
negara lain, upaya pemerintah dengan RPP pembatasan tembakau harus dihargai dan
kita dukung. Langkah sejumlah pemerintah daerah yang membuat peraturan daerah
tentang pelarangan merokok di tempat umum juga patut diapresiasi meski pada
akhirnya peraturan itu dipraktikkan tak segarang tulisannya di atas kertas. Oleh
karena itu peraturan yang sudah ada itu sebaiknya kembali dibuat garang seperti
bunyinya agar perokok jera atau setidaknya berpikir dua kali sebelum menyulut
rokoknya.
Tentang penyediaan fasilitas atau pojok ruang
khusus perokok juga sebaiknya tidak dibuat nyaman karena fasilitas yang sangat
nyaman itu justru membuat perokok semakin betah merokok.
Saya tentu tidak bermaksud menyalahkan
teman-teman yang merokok. Saya pun tidak ingin mengesampingkan kenyataan hidup
saudara-saudara petani tembakau dan buruh rokok. Saya hanya ingin empati bahwa ada
yang terganggu dengan rokok dan menghirup asap rokok sangat tidak mengenakkan.
Saya hanya sedih ketika setiap kali menyusuri jalan dan melewati banyak sudut,
di situ pula dijumpai anak-anak belia berseragam sekolah tampak riang dengan
tangan menggenggam batang rokok menyala dan dengan mulut tanpa beban menghisapnya.
Di sisi lain saya yang bangga kepada para pengamen yang membanting tulang dan
bertarung gagah melawan teriknya matahari untuk mendapat uang yang kadang saya hitung jauh lebih banyak dari yang saya miliki tiap bulan. Lalu kebanggaan itu
berubah muram karena mereka ternyata menghabiskan hampir separuh uangnya hanya
demi rokok.
Komentar
Posting Komentar