Langsung ke konten utama

Ariel dan DARURAT PENGGEMAR Indonesia


Hari masih gelap  namun  ratusan orang sudah menanti di muka pintu. Seragam kaus merah menandakan mereka bukan massa tanpa identitas. Berbagai lagu yang ditembangkan, beberapa poster dan spanduk dibentangkan menandakan mereka datang bukan tanpa alasan. Maka saat esok hari datang lantas matahari beranjak siang, pintu itu terbuka, suara mereka pecah, euforiapun membuncah. Mereka menyambut seseorang bak pahlawan pulang dari laga perang.

23 Juli waktu Indonesia kemarin, Ariel bebas dari penjara. Vokalis band NOAH (dulu bernama Peterpan) yang dikenal flamboyan ini kembali bisa menghirup udara lega meski masih dengan syarat. Sebagai artis populer dengan banyak penggemar dan banyak sensasi, tak mengejutkan jika “kepulangan” Ariel dari rumah tahanan menjadi saat yang paling dinantikan. Bagi penggemar Ariel, 23 Juli kemarin laksana Hari Raya. Bagaimana tidak ?. Ratusan orang rela menanti dan bersusah-susahan demi menjadi saksi pintu tahanan itu terbuka mengembalikan idola mereka. Tua muda berbaris dengan segala harap dan rupa. Laki-laki dan perempuan bercampur dengan terus meneriakkan nama idolanya. Tak sedikit yang mereka korbankan untuk itu. Untuk menyambut seorang Ariel yang apakah pantas disambut seperti demikian ?. Rasionalitas penggemar memang kadar sukar diterjemahkan kecuali jika kita menjadi bagiannya.

Kharisma seorang Ariel rasanya memang cukup kuat, setidaknya itu yang terbaca dari gairah dan euforia penggemarnya. Dan seorang penggemar tentu boleh-boleh saja mengekspresikan kekaguman itu dengan cara suka-suka yang menurut mereka bisa mewakili rasa cinta pada sang idola. Tak usah kaget jika rasionalitas kadang ditepikan. Sayapun menyadari itu karena saya juga punya idola. Saya pun mengakui kualitas beberapa karya Ariel. Maka bagi penggemarnya, mendekamnya Ariel di dalam penjara selama beberapa tahun tentu saja mengendapkan setumpuk kerinduan.

Saya teringat seorang adik mahasiswa di kampus yang beberapa bulan rela membagi waktu dengan bekerja part time demi bisa menonton konser idolanya. Kesempatan itu akhirnya tiba di depan mata meski saat tiba di muka panggung kenyataan berkata lain, konser idolanya mendadak batal. Dia menggemari Avenged7Fold. Ada juga seorang adik yang rela memangkas uang makannya 2 bulan demi bisa menonton konser HATI KAHITNA. Itu adalah gambaran bahwa idola bisa membuat seseorang melakukan hal yang di luar kebiasaannya.

Kembali ke fenomena bebasnya Ariel. Ada satu yang membuat saya agak tercengang ketika membaca berita tentang beragam bentuk dan polah penggemarnya demi menyambut seorang Ariel. Konon ada di antara mereka yang rela datang dari jauh meninggalkan pekerjaannya. Banyak yang membolos sekolah bahkan ada yang menggadaikan harta bendanya demi seorang yang mereka anggap sebagai idola.

Memiliki idola adalah hak seseorang. Mengungkapkan kekaguman juga menjadi pilihan mereka. Tapi sejauh mana rasionalitas itu tak membutakan mereka ?. Itu yang sering menjadi masalah dan yang paling mudah diamati dari sekelompok penggemar di Indonesia. Ada yang mengatakan kalau sebagian dari masyarakat kita terlampau mudah “kaget”. Kemudian sebagian dari kita telah kehilangan jati diri karena terlalu mengidolakan seseorang hingga meleburkan dirinya ke dalam sosok idolanya. Di sisi lain menurut pengamat kegagalan membentuk dan menemukan jatidiri membuat orang berlari pada sosok idola dan menjadikan idola itu seolah diri sendiri. Membiarkan diri larut dalam rasa kagum yang terlampau jauh hingga tidak memberikan waktu pada rasio untuk berfikir dan menilai akhirnya mengantarkan sebagian dari kita pada sesuatu yang bernama Fanatisme Buta.

Bagi sebagian penggemarnya, Ariel mungkin bukan hanya seorang idola. Dia bisa jadi telah menjadi alasan bagi sebagian penggemar untuk mengikuti jejak suksesnya. Dia juga telah menjadi pahlawan bagi sebagian dari penggemarnya. Pertanyaan tentang pantas atau tidaknya hal itu biarlah menemukan jawabannya sendiri. Rasionalitas penggemar memang sukar dimengerti. Dan saya tahu itu.

Namun saya tersenyum  miris saat sekelompok penggemar itu diwawancara dan memberi jawaban kalau bagi mereka tidak ada hal negatif dari seorang Ariel, dulu atau sekarang.

Bagi saya jawaban itu memprihatinkan. Sebagian dari kita bisa jadi telah memasuki fase darurat sebagai seorang penggemar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MILO CUBE, Cukup Dibeli Sekali Kemudian Lupakan

Alkisah, gara-gara “salah pergaulan" saya dibuat penasaran dengan Milo Cube. Akhirnya saya ikutan-ikutan membeli Milo bentuk kekinian tersebut.   Milo Cube (dok. pri). Oleh karena agak sulit menemukannya di swalayan dan supermarket, saya memesannya melalui sebuah marketplace online . Di berbagai toko online Milo Cube dijual dengan harga bervariasi untuk varian isi 50 cube dan 100 cube. Varian yang berisi 100 cube yang saya beli rentang harganya Rp65.000-85.000.   Pada hari ketiga setelah memesan, Milo Cube akhirnya tiba di tangan saya. Saat membuka bungkusnya saya langsung berjumpa dengan 100 kotak mungil dengan bungkus kertas hijau bertuliskan “MILO” dan “ENERGY CUBE”. Ukurannya benar-benar kecil. Satu cube beratnya hanya 2,75 gram, sehingga totalnya 275 gram.   Milo Cube yang sedang digandrungi saat ini (dok. pri). "Milo Kotak", begitu kira-kira terjemahan bebas Milo Cube (dok. pri). Tiba saatnya unboxing . Milo Cube ini berupa bubu...

Sewa iPhone untuk Gaya, Jaminannya KTP dan Ijazah

Beberapa waktu lalu saya dibuat heran dengan halaman explore instagram saya yang tiba-tiba menampilkan secara berulang iklan penawaran sewa iPhone. Padahal saya bukan pengguna iPhone. Bukan seorang maniak ponsel, tidak mengikuti akun seputar gadget, dan bukan pembaca rutin konten teknologi. iPhone (engadget.com). Kemungkinan ada beberapa teman saya di instagram yang memiliki ketertarikan pada iPhone sehingga algoritma media sosial ini membawa saya ke konten serupa. Mungkin juga karena akhir-akhir ini saya mencari informasi tentang baterai macbook. Saya memang hendak mengganti baterai macbook yang sudah menurun performanya. Histori itulah yang kemungkinan besar membawa konten-konten tentang perangkat Apple seperti iphone dan sewa iPhone ke halaman explore instagram saya. Sebuah ketidaksengajaan yang akhirnya mengundang rasa penasaran. Mulai dari Rp20.000 Di instagram saya menemukan beberapa akun toko penjual dan tempat servis smartphone yang melayani sewa iPhone. Foto beberapa pelanggan...

Berjuta Rasanya, tak seperti judulnya

“..bagaimana caranya kau akan melanjutkan hidupmu, jika ternyata kau adalah pilihan kedua atau berikutnya bagi orang pilihan pertamamu..” 14 Mei lalu saya mengunjungi toko buku langganan di daerah Gejayan, Yogyakarta. Setiba di sana hal yang pertama saya cari adalah majalah musik Rolling Stone terbaru. Namun setelah hampir lima belas menit mencarinya di bagian majalah saya tak kunjung mendapatinya. Akhirnya saya memutuskan untuk berjalan-jalan menyusuri puluhan meja dan rak lainnya. Jelang malam saya membuka tas dan mengeluarkan sebuah buku dari sana. Bersampul depan putih dengan hiasan pohon berdaun “jantung”. Sampul belakang berwarna ungu dengan beberapa tulisan testimoni dari sejumlah orang. Kembali ke sampul depan, di atas pohon tertulis sebuah frase yang menjadi judul buku itu. Ditulis dengan warna ungu berbunyi Berjuta Rasanya . Di atasnya lagi huruf dengan warna yang sama merangkai kata TERE LIYE . Berjuta Rasanya, karya terbaru dari penulis Tere Liye menjadi buk...