Saat sedang memainkan game sepak bola melalui
layar laptop, seorang kawan saya terkejut dengan itu. Dia bahkan sempat
berteriak hingga membuat beberapa orang lain di sekitar saya ikut menoleh dan
akhirnya menghampiri saya. Mereka akhirnya juga heran melihat saya asyik
memainkan Chelsea vs Barcelona. Beberapa komentar keluar dari mulut mereka
terutama saat saya kegirangan ketika gol tercipta, saat saya menyumpah kesal
saat tendangan melenceng, ketika pemain Chelsea didorong bek Barcelona, saat
tendangan Didier Drogba diblok Victor Valdes.
Teman-teman saya ada yang melirik heran. Ada
yang ikut berseru ada pula yang hanya geleng-geleng. Namun demikian mereka
hampir seragam menarik kesimpulan kalau saya ternyata suka dengan sepakbola.
Singkat dari saya saat itu : “saya memang
suka sepakbola dari dulu !”.
Mungkin karena saya dikenal anteng dan tak
suka mengumbar banyak omong ketika bergaul. (Yakin loo???). Atau mungkin karena
segala yang terlihat dari saya tak menggambarkan sosok pria penyuka sepakbola.
Atau malah mungkin KAHITNA terlalu mendominasi aura saya selama ini. Segala
macam “mungkin” itu bisa jadi membuat orang beranggapan “negatif” tentang saya.
Mana mungkin saya tahu tentang sepakbola. Tapi mereka SALAH BESAR.
Jauh sebelum Liga Super Indonesia beredar,
kemudian disusul munculnya Liga Prima Indonesia. Lalu mereka berdua rebutan “lapangan”
dan pemain sepakbola, saya sudah menyaksikan Liga Dunhill. Tentu saja waktu itu
saya masih SD. Jauh sebelum orang-orang mengidolakan Bambang Pamungkas dan
Irfan Bachdim, saya sudah menyaksikan dan mengenali nama Aji Santoso, Kurniawan
dan Fachri Husaini. Saya bahkan masih ingat dulu membaca berita tentang
kandasnya rumah tangga Kurniawan, sebelum akhirnya ia menikah lagi dengan gadis
jiran (suka gosip ternyata ??? >.<).
Saya juga tahu dan menyaksikan bagaimana dulu
Sriwijaya FC sebelum pindah ke Palembang namanya adalah Persijatim. Lalu mereka
kolaps pindah ke Solo namanya jadi Persijatim Solo FC. Lalu kolaps lagi pindah
ke Palembang dan berganti nama jadi Sriwijaya FC.
Saya juga masih ingat Ketua PSSI sebelum
Djohar Arifin antara lain Nurdin Halid, Agum Gumelar dan Azwar Anas.
Masih kurang ?.
Baiklah saya jelaskan riwayat “karir”
sepakbola saya biar teman-teman yang menyangsikan pengetahuan bola saya menjadi
tersadar. Sebenarnya saya tak perlu menjelaskan, cukup tanyakan saja kepada
teman-teman SMP dan SMA saya bagaimana sepak terjang saya di “lapangan hijau”.
Lepas bangku Merah Putih saya melanjutkan ke
sebuah SMP, mendukung program pemerintah wajib belajar 9 tahun. Tapi sayangnya
kami juga wajib bayar ini dan itu (Jadi di mana hak kami ???). Mulai saat itu
hobi sepakbola saya berkembang. Beberapa kali dalam sebulan saya dan
teman-teman ditantang kelas lain baik yang setingkat maupun lebih tinggi dari
kami, untuk bermain bola. Posisi saya adalah bek sayap atau gelandang bertahan.
Kok bisa ?. Saya yang langsing begini menjadi bek bahkan gelandang bertahan
yang tugasnya berjibaku menjadi benteng pertahanan ??. Jangan remehkan,
buktinya demikian.
Sejak SMP pula saya memilih 2 klub sebagai
tim favorit saya hingga sekarang. Yakni AS ROMA dan Chelsea. Kaus bola pertama
yang saya beli juga jersey AS ROMA warna putih yang hingga kini masih terjaga
baik. Saya menjadi Romanisti karena saat itu Roma baru saja kedatangan Gabriel
Batistuta, legenda asal Argentina yang saat itu menjadi idola saya.
Sementara Chelsea saya senangi karena
seragamnya berwarna BIRU. Dan kebetulan Liga Italia dan Liga Inggris menjadi
dua liga yang saat itu disiarkan di TV. Liga Italia di RCTI sementara Liga Inggris
masih di SCTV.
Hampir tiap ada pertandingan sepakbola di TV
saya selalu begadang dari malam hingga
pagi. Apalagi kalau yang main AS ROMA. Sementara untuk Liga Inggris saya jarang
menyaksikannya. Hingga saat inipun saya masih menjadikan Liga Italia sebagai
Liga favorit saya. Dan AS ROMA tetap tim idola saya walau Batistuta telah lama
pensiun.
Sejak SMP saya sering berdiksusi dan tak
jarang saling ejek dengan teman-teman perihal tim idola masing-masing. Saat itu
saya juga mulai berlangganan tabloid sepakbola Soccer. Oh iya, saya juga masih
ingat ketika tabloid Soccer pertama kali terbit, saat itu saya kelas 2 SMP. Selain
tabloid saya juga membaca majalah Sportif.
Tak cuma membaca tabloid dan majalah, saya
juga “aktif” di lapangan sebagai pemain “divisi utama” RT tempat saya tinggal.
Hampir tiap sore sepulang sekolah saya dan teman-teman bermain dan berlatih di
lapangan desa atau lapangan sekolah. Nah bedanya dengan tim SMP, saat bermain
di divisi utama RT, posisi saya adalah penyerang, sesekali kiper. Jadi
sebenarnya saya ini dulu multitalenta (saking nggak jelas posisinya).
Selepas SMP saya melanjutkan ke sebuah SMA
favorit di Jawa Tengah. Di situlah kemudian “pamor saya” sebagai bek mulai
diakui (oleh teman SMA). Dua tahun tim kami mengikuti Liga Sepakbola yang
diikuti beberapa tim. Setiap bertanding saya ditempatkan sebagai bek kanan. Dan
percaya atau tidak setiap kali saya bermain tim kami tak pernah kalah.
Sebaliknya saat saya tak bermain tim kami kalah. Begitu “pentingnya” peran saya
sebagai bek, setiap kali akan bertanding teman-teman selalu mengingatkan dan “memaksa”
saya untuk datang. Pernah suatu saat telepon rumah berdering berkali-kali
karena saya tak kunjung datang padahal pertandingan sudah hampir dimulai. Saya
ingat pada waktu itu hujan dan Ibu melarang saya pergi. Pria baik-baik tidak
hujan-hujanan.
Sementara saya makin sering bermain bola,
kecintaan saya pada AS ROMA tetap tak berubah. Waktu itu pintu kamar tidur saya
tempeli dengan tulisan merah AS ROMA. Kemudian dinding di atas kasur saya
tempeli dengan poster tim ROMA. Orang tua sampai marah karena cat dan dinding
menjadi rusak karena terlalu sering saya lepas-pasang poster. Meja pun
demikian, saya lapisi dengan poster ukuran jumbo beberapa pemain dan tim dari
Italia dan Inggris.
Generasi pemain AS ROMA setelah Batistuta,
Aldair dkk pun masih saya tahu hingga kini. Mulai dari Totti, Delvechio hingga
Montella yang kini telah jadi pelatih. Lalu saat ini AS ROMA memiliki Bojan
Krkic, Osvaldo dan Borini. Mulai saat dilatih Fabio Capello, Spaletti, Ranieri
hingga akhirnya Luis Enrique. Oh iya, kalau AS ROMA dan CHELSEA menjadi klub
idola saya, maka untuk tim negara saya menyukai Inggris dan Indonesia tentunya.
Dulu saya juga pernah menyablon kaus putih saya dengan logo Tiga Singa tim
nasional Inggris.
Lulus SMA saya melanjutkan kuliah di Jogja.
Semester 1 dan 2 saya masih aktif bermain di lapangan. Bersama teman-teman baru
kami beberapa kali bertanding melawan fakultas lain maupun tim angkatan atas.
Di sini saya tak lagi bermain sebagai bek, melainkan gelandang serang. Namun
selepas semester 2 saya mulai jarang tampil di lapangan. Aktivitas kuliah dan
praktikum membuat saya perlahan menggantung sepatu (sok profesional). Namun
saya tetap mengikuti informasi dan perkembangan sepak bola tanah air dan dunia.
Saya menonton laga Final Piala Dunia 2010. Saya juga menyaksikan ketika Spanyol
menjadi juara Eropa. Saya juga tahu pemain naturalisasi Indonesia seperti Greg
Nwokolo, Tony Cussel, Stefano Lilypali dan sebagainya.
Jadi siapa bilang saya tidak tahu sepakbola
?. Siapa bilang saya tak pernah menendang bola dan berlari di atas lapangan
hijau ?. Meski kini terhitung sudah hampir 6 tahun saya tak bermain sepak bola
di atas lapangan rumput ukuran standar. Rasanya pun kangen. Kangen menjadi bek
yang harus membuang bola setiap kali ada serangan spartan. Kangen saat harus
maju menggiring bola sebagai gelandang. Kangen saat harus berlari setengah mati
mengejar bola untuk ditendang ke gawang lawan. Kangen saat harus melompat
tinggi menghalau tendangan sudut. Kangen saat-saat terjatuh dan pura-pura kena
sikut. Tapi sering juga kena sikut dan tekel sungguhan. Kangen saat merayakan
gol dan kemenangan. Dan kangen mengenakan kostum bernomor 27 tim SMA.
Komentar
Posting Komentar