Mendengar nama
KAHITNA, banyak orang termasuk teman-teman saya dan mungkin kalian juga akan buru-buru
berkomentar “band mellow”, “cengeng”, “galau” dan sejenisnya. Sah-sah saja, mungkin
mereka yang mencap KAHITNA sebagai band mellow atau cengeng belum pernah
menyimak seluruh lagu KAHITNA yang ada di 9 albumnya. Mereka dengan cepat
menciptakan stereotype tersebut hanya dari sebagian lagu KAHITNA yang lahir di “zaman
kini” seperti Cinta Sudah Lewat, Cinta Sendiri, Soulmate hingga Mantan
Terindah. Memang tidak salah karena pada kenyataannya lagu-lagu itu mudah
sekali mengundang derai air mata dan mencabik-cabik rasa. Dan hampir semua
lagu-lagu KAHITNA baik yang dibawakan secara ballad-mellow maupun up beat pada
dasarnya adalah lagu-lagu galau. Mereka yang awalnya tidak galau bisa mendadak
galau jika mendengar lagu Tentang Diriku yang up beat. Mereka yang sedang rapuh
dan merana galaunya akan makin meraja jika mendengarkan Cinta Sudah Lewat yang
mellownya “keterlaluan”.
Sebagai penikmat lagu-lagu KAHITNA saya tak menutup mata dan telinga atau berkata
bahwa lagu-lagu KAHITNA baik dan benar dari awal hingga akhir. Sebagai
penggemar bukan berarti saya tidak mengkritisi idola saya. Sedari dulu saya bahkan
tak sependapat dengan beberapa lirik dalam beberapa lagu KAHITNA.
Saya adalah orang
yang memilih lagu bukan semata karena bagus musiknya, bagus suaranya atau
terkenal penyanyinya. Dalam menyimak lagu saya sering memikirkan kebenaran dari
lirik-liriknya. Sekali lagi “kebenaran” yang dimaksud adalah kebenaran menurut
saya. Oleh karena itu saya menilai beberapa lirik dalam lagu-lagu KAHITNA
terlalu “sempurna”. Bagi saya ada yang “salah” dalam lirik-lirik tersebut.
Masalah lirik dan
judul memang bisa menimbulkan banyak interpretasi. Sebuah lagu bukanlah hukum
atau undang-undang yang harus memiliki satu tafsir yang pasti. Lagu adalah
masalah hati dan hati orang tak pernah seragam. Lagu Takkan
Terganti misalnya. Sebagian dari kita mungkin memaknai lirik-lirik dalam
lagu itu sebagai ungkapan kesetiaan seseorang kepada seseorang lain yang begitu
besar hingga waktu dan dan jarak tak bisa memisahkan mereka. Namun bagi
sebagian orang Takkan Terganti bisa jadi merupakan cara memutuskan hubungan atau
meninggalkan seseorang dengan bahasa yang “lebih halus”. Kalau masih bingung
silakan baca baik-baik dan hayati lirik lagu Takkan Terganti.
Contoh lainnya adalah
lagu Aku Punya Hati. Bagi mereka
yang sedang mengalami masa-masa transisi atau baru saja mengalami pergantian status in
relationship menjadi single,
lirik “aku masih punya hati, kau pasti tahu itu”, bisa diartikan
sebagai ungkapan masih ada sisa cinta dan ketidakikhlasan untuk melepas. Namun
dalam kondisi sakit hati lirik tersebut bisa menjadi sebuah sindiran yang bersayap
namun telak. Coba bayangkan kalimat “aku masih punya hati, kau pasti tahu itu”
diucapkan dengan intonasi yang tegas. Maka maknanya akan bergeser, bukan lagi
tentang sisa perasaan cinta tapi sebuah wujud peringatan yang kurang lebih
bermakna demikian : “tidak hanya wanita, tapi juga laki-laki, meski tidak lagi
memiliki arti, tapi masih punya hati, tolong ketahui, jangan perlakukan hati
sesama manusia (pasanganmu) seenaknya, aku masih punya hati jadi bisa juga
merasakan sakit hati”.
Beragam interpretasi
tersebut tidak salah. Lalu apa yang saya maksud “salah” dari lagu-lagu KAHITNA
?. Kesalahan itu ada di beberapa lagu KAHITNA. Pertama bacalah lirik lagu Cinta Sudah Lewat kemudian
dengarkan lagunya tapi jangan hanya sekali. Berusahalah menetralkan hati saat
menyimak Cinta Sudah Lewat.
Dalam lagu itu
terdapat lirik yang berbunyi “Tanpamu cinta tak berarti, cinta sudah lewat”.
Yakinkah kita dengan kalimat itu ?. Bagi mereka yang baru saja merasakan pisah
cinta kalimat itu bisa menjadi ungkapan favorit. Tapi jika ditelan
mentah-mentah dan keterusan, lagu terutama lirik itu membuat orang susah “move
on”. Padahal belum tentu perpisahan itu menjadi akhir segalanya. Boleh jadi
perpisahan itu justru menunjukkan kalau si dia bukan jodoh kita, jadi bukan
cinta sudah lewat, tapi memang belum lewat dan yang lewat kemarin itu bukan
cinta. Kita saja yang buru-buru memaknainya sebagai cinta.
Berikutnya adalah
Mantan Terindah. Dari judulnya saja dulu saya sudah menduga lagu ini akan “berat
sebelah”. Frase Mantan Terindah saya nilai terlalu mengagung-agungkan sosok mantan.
Padahal seindah apapun mantan, dia hanyalah kenangan yang belum tentu boleh
diulang. Memberikan label “Mantan Terindah” untuk seseorang di masa lalu
mungkin boleh-boleh saja tapi jika sudah berkeluarga adanya Mantan Terindah
sama saja menduakan pasangan. Sesuatu yang “terindah” atau paling indah harusnya
cuma ada satu, yakni suami, istri atau anggota keluarga. Bukan justru diberikan
pada mantan yang hanya berperan di masa lalu. Mantan Terindah hanya akan
menyakiti seseorang yang ada di masa kini bersama kita.
Lagu Mantan Terindah
hampir sama efeknya dengan Cinta Sudah Lewat. Bahkan bisa berkali-kali lipat “membahayakan”
jika diterima mentah-mentah. Perhatikan liriknya: “mau dikatakan apalagi kita
tak akan pernah satu, engkau di sana aku di sini meski hatiku memilihmu..yang
tlah kau buat sungguhlah indah, buat diriku susah lupa..”. Dalam bahasa
lain lirik itu menjadi : “yang tlah kau buat sungguhlah indah, buat
diriku susah move on..”
Bagaimana dengan lagu
lainnya ?. Cinta Sendiri adalah contoh lain yang menurut saya mengandung lirik
yang berpotensi “salah”. Sejujurnya saya salut dengan pemberian judul Cinta
Sendiri. Menurut saya Yovie Widianto jenius dalam hal menyusun frase hingga membuatnya
menjadi istilah yang terkenal. Cinta Sendiri atau Cinta Pada Bayangan adalah
ungkapan yang elegan untuk menyebut Cinta Bertepuk Sebelah Tangan. Namun dalam
lagu Cinta Sendiri ada lirik yang mengganjal yakni “jujur aku tak yakin bisa,
jalani hari tanpa dirimu..”. Menurut saya makna kalimat itu terlalu
berlebihan dan bisa membuat orang susah move
on. Saya membayangkan kalimat itu diucapkan oleh orang yang masih labil
emosinya dan itu wajar terjadi di masa-masa awal pisah cinta. Selanjutnya
setelah menemukan penggantinya, orang akan lupa pernah mengucapnya karena telah nyaman
dengan yang baru dan lupa dengan yang lama.
Dalam lagu Cinta
Sendiri saya juga tak sependapat dengan lirik yang berbunyi “...kenyataannya
cinta tak harus selalu miliki..”. Menurut saya apapun alasannya, cinta
akan memiliki. Atau kalau mau sedikit egois : cinta harus saling memiliki.
Sebaliknya saya
sepakat dengan lagu Aku Dirimu Dirinya. Meski tergolong lagu mellow, makna dan
lirik di dalamnya saya nilai lebih aman. “Aku
Dirimu Dirinya tak akan pernah mengerti tentang suratan, dia untukmu adanya tak
akan aku sesali ,cinta takkan salah...”. Cinta adalah tentang suratan yang
tak pernah orang tahu sampai akhirnya mengalami (menemukan) sendiri. Cinta juga
tidak pernah salah, yang membuatnya seolah salah adalah pelakunya yang membuat
cerita cinta sering berakhir parah.
Lalu bagaimana kita
harus menyikapi lagu-lagu KAHITNA ?. Apa kita tinggalkan ?. Atau hanya kita
dengarkan di saat-saat tertentu saja ?. Meski lagu-lagu KAHITNA nyaman
didengarkan kapan saja, saat bangun tidur, mau tidur, makan siang, bahkan
sambil bekerja. Atau jangan pernah sendirian ketika mendengarkan lagu-lagu
KAHITNA ?. Galau sendirian apalagi di tempat sepi itu bahaya.
Tapi berhenti
mendengarkan KAHITNA bukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu. Berhenti
mendengarkan KaHITNA adalah kerugian karena lagu-lagu mereka mengandung pelajaran
yang patut direnungkan. Boleh dijadikan soundtrack kisah cinta mu namun jangan
dijadikan pandangan hidupmu.
"Boleh dijadikan soundtrack kisah cinta mu namun jangan dijadikan pandangan hidupmu."
BalasHapusbener tuhh.. :D
tapi KAHITNA mantap2 lagunya.. :D
Cinta sudah lewat saya dengar brulangkali dengan prasaan netral ttp aja masih apik kloborasi instrumen lirik dn mknanya ga ada masalah. Nanya lagu galau ya haru menyayat kata2 nya, disitulah letak keaan mahal dari lagu itu. Sidahlah , Musik untuk dinikmati..
BalasHapus