Langsung ke konten utama

Postingan

Anak Semua Bangsa, Buku yang Dibenci dan Ditakuti Penguasa

"Dengan selembar kertas dan sebuah pena, seseorang bisa bicara pada dunia. Lewat sebuah buku, suatu bangsa bisa bersuara dan berseru"  . Maka dari itu sering terjadi di mana-mana, pada zaman dulu maupun kini, pelarangan dan pemusnahan buku-buku. Penguasa sering ketakutan dan membenci    buku. Konon, orang-orang besar dan berkuasa tidak menyukai buku bukan karena mereka malas, tapi karena takut. Mereka juga takut masyarakat akan ikut-ikutan membaca buku dan menjadi terpelajar. Anak Semua Bangsa (dok.pribadi). Di Indonesia hal itu masih dijumpai hingga sekarang. Era pelarangan buku secara resmi oleh negara memang telah berlalu. Tapi ketakutan-ketakutan terhadap buku masih kentara. Razia buku, pembubaran diskusi, pelarangan bedah buku beberapa kali tersiar beritanya.   Bagi suatu bangsa dan masyarakat, buku adalah sarana kebangkitan dan tanda peradaban. Namun, bagi orang-orang yang selalu memupuk nafsu berkuasa, buku adalah ancaman. Itu sebabnya dulu buku-buku Pramoedya Ananta T
Postingan terbaru

Erina Gudono "Menampar" Para Food Vlogger dan Influencer

Konten para food vlogger, food influencer dan youtuber kuliner mulai membosankan. Padahal semakin banyak kreator di bidang kuliner mestinya menawarkan kebaruan dalam ragam kontennya. "Semuanya enak". Singkat, padat, jelas (dok.pribadi). Memang beberapa kreator masih mengasyikkan untuk disimak. Misalnya street foods village di youtube yang konsisten menayangkan petualangan mencicipi makanan-makanan jalanan, terutama di Jakarta dan sekitarnya. Konten street foods village tidak neko-neko. Melulu tentang aktivitas membeli makanan seperti biasa. Dari kanal streetfood vilage bisa diketahui bahwa ternyata banyak makanan murah dan enak di kota-kota besar seperti Jakarta. Kreator lain yang kontennya masih lumayan menarik ialah Separuh Aku Lemak. Penyuka bakso bisa betah menyaksikan konten-konten buatan Separuh Aku Lemak. Sebab kreator ini gemari menyajikan aktivitasnya saat jajan bakso. Walau kadang cara menyantapnya berlebihan karena suka menuangkan banyak sambal, tapi konten-kontenn

Timnas "Garuda Bule", Jangan Biarkan Seperti Annelies dan Elisa

Beberapa hari belakangan saya mencoba membaca ulang salah satu karya termasyhur Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia. Sudah lumayan lama sejak pertama kali membacanya beberapa tahun silam saat kuliah.   Walau bukan koleksi favorit nomor satu, kisah Minke dan Annelies telah memberikan salah satu pengalaman membaca paling kaya dan mendalam bagi saya.   Timnas Indonesia (foto: pssi.org). Sejujurnya saya menyukai Bumi Manusia karena sosok Annelies. Itu sebabnya saya sangat antusias saat membaca sepertiga bagian awal cerita Bumi Manusia. Bukan berarti dua pertiga isi lainnya tidak mengesankan. Namun, pada sepertiga awal itulah sosok Annelies bisa dijumpai dengan penggambaran yang kuat dan hidup.   Annelies lahir dari rahim seorang ibu yang pribumi. Berayahkan orang Eropa. Fakta bahwa ibunya, Nyai Ontosoroh, hanya seorang gundik tak membuat Annelies tumbuh sebagai gadis yang rendah diri. Keistimewaan sebagai keturunan Eropa melekat padanya. Didikan yang kuat dari Nyai Ontosoroh menjadikan Ann